REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Permasalahan polusi di Jakarta dinilai perlu penanganan khusus dan cepat. Sebab, Jakarta sebagai Ibu Kota negara punya peranan penting terhadap perekonomian nasional.
"Perlu penanganan khusus dan cepat karena 60 persen ekonomi Indonesia itu masih di Jakarta," kata Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (19/8).
Bambang pun menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menunda rencana pembatasan usia kendaraan. Menurut dia, hal itu justru akan menambah permasalahan polusi, kemacetan, juga perekonomian.
"Pembatasan umur kendaraan itu, maka akan terjadi pembelian mobil baru dan akan ada impor besar-besaran. Neraca perdagangan menjadi negatif, padahal yang diinginkan pemerintah, neraca perdagangan kita positif," ujarnya.
Dia mengingatkan agar pemerintah pusat dan DKI lebih cermat membuat kebijakan dalam merespons polusi di Ibu Kota.
"Jangan tergesa-gesa membuat kebijakan. Tolong dianalisis dulu, sebab musim hujan nanti karhutla (kebakaran hutan dan lahan) akan padam sendiri dan polusi asap di DKI otomatis berkurang," kata Bambang.
Kendati begitu, Bambang mengapresiasi Pemprov DKI yang semakin terbuka dan cepat menyajikan data polusi udara, sehingga masyarakat memperoleh informasi secara transparan.
Selain akibat karhutla, Bambang Haryo juga menyoroti polusi akibat masih besarnya penggunaan batu bara untuk pembangkit tenaga listrik dalam proyek listrik 35 ribu megawatt.
Kebijakan pemerintah ini dinilai tidak konsisten dengan upaya mengurangi polusi, termasuk rencana pengembangan mobil listrik.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pada 2020 seluruh kendaraan umum yang beroperasi di ibu kota maksimal berusia 10 tahun untuk menekan polusi udara.
"Mulai 2019, kita tuntaskan tidak ada lagi angkutan umum di atas 10 tahun yang beroperasi dan harus lulus uji emisi," kata Anies.
Ia mengatakan langkah tersebut dilakukan untuk mengatasi persoalan polusi ibu kota yang salah satunya disebabkan oleh kendaraan umum maupun pribadi.