REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Musim kemarau yang masih berlanjut hingga Agustus 2019, membuat sejumlah daerah mengalami kekeringan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Masgar Lampung mendata terdapat delapan daerah yang berpotensi mengalami kekeringan.
Menurut Kasi Data dan Informasi BMKG Lampung Rudi Harianto, delapan daerah berpotensi kekeringan yakni berada di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Utara, Pringsewu, Tulangbawang Barat, Pesawaran, Kota Metro, dan Kota Bandar Lampung.
Ia berharap petani dapat mengurangi menanam tanaman yang banyak membutuhkan air, agar tidak terjadi gagal tanam. Selain itu, kepada masyarakat untuk mengurangi berkegiatan di luar rumah, karena kekurangan air menyebabkan dehidrasi. “Selain itu partisipasi masyarakat untuk menjaga wilayah agar terhindar bahan kebakaran,” katanya, Senin (19/8).
Menurut data BMKG Lampung, berdasarkan catatan sejak Januari 2019 sudah tercatat jumlah titik api (hotspot) sebanyak 65 titik di Lampung, sedangan pada Agustus 2019 masih tersisa 38 titik api. Titik api tersebut tersebar di Kabupaten Tulangbawang dan Lampung Timur.
Terhadap kekeringan yang melanda wilayah Lampung, ACT Lampung siap membantu masyarakat yang mengalami kekeringan terutama berkurangnya pasokan air bersih. “Untuk merespon kemarau panjang di Provinsi Lampung, daerah yang mengalami kekeringan parah di Lampung akan kami berikan bantuan baik ari bersih maupun sumur wakaf,” kata Hermawan, staf komunikasi dan pemasaran ACT Lampung.
Di wilayah Kota Bandar Lampung selama musim kemarau, ACT Lampung telah menyalurkan air bersih ke berbagai daerah yang telah mengalami kekeringan. Diantaranya berada di Panjang Selatan, Panjang Utara, Bumiwaras, Sukamenanti, Kedamaian, Kedaton, Kaliawi, dan Susunan Baru.
Ke depan, ACT Lampung tetap akan menyalurkan air bersih ke pemukiman warga lainnya yang krisis air berish. Pengiriman air bersih tersebut untuk saling membantu antarseama yang berkekurangan.
Swarna, warga di Susunan Baru, mengakui pemukimannya telah lama mengalmi kekeringan dan krisis air bersih. Warga sudah sulit mendapatkan air bersih sejak tujuh tahun lalu. Untuk kebutuhan sehari-hari, ujar dia, warga mengandalkan sumur bos yang dikelola Kelompok Masyarakat (Pokmas). Namun, belakangan kondisi air sumur bor sudah mulai kering, dan warga tidak dapat lagi mengandalkan air bersih dari sumor bor tersebut.
“Harapannya warga mendapatkan lagi bantuan sumur bor yang banyak, karena penduduknya ada 124 kepala keluarga, tidak cukup dengan satu sumur bor dari Pokmas,” katanya