REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) meraih tiga rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri), yang diserahkan oleh pejabat eksekutif tertinggi (CEO) Muri, Jaya Suprana di Jakarta pada Kamis (15/8).
"Penganugerahan tiga rekor ini tentu membahagiakan keluarga besar MK karena Muri sebagai bagian dari masyarakat telah memberikan apresiasi atas kerja keras MK," kata Ketua MK Anwar Usman sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (16/8).
Ketiga rekor yang dianugerahkan kepada MK adalah sidang peradilan nonstop terlama, sidang peradilan dengan berkas peradilan terbanyak, serta proses persidangan paling transparan.
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M Guntur Hamzah mewakili MK dalam menerima anugerah tersebut, didampingi oleh panitera MK Muhidindan Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Wiryanto.
Anwar mengatakan rekor tersebut menjadi penting dan menarik di tengah stigma adanya lorong gelap di lembaga penegakan hukum dan peradilan, akibat proses yang menurut beberapa pihak cenderung tertutup.
"Dengan demikian rekor ini, semakin meneguhkan MK, untuk tetap mewujudkan peradilan yang bersih, modern, dan transparan, dalam mempertahankan kinerja dan integritas yang tinggi," katanya.
Terkait dengan rekor sidang peradilan nonstop terlama, Anwar menyebut undang-undang memang menuntut MK untuk melakukan persidangan yang sesuai dengan sifat peradilan pemilu yaitu peradilan cepat yang hanya memberi waktu 14 hari kerja untuk memeriksa serta memutus perkara pemilihan presiden dan wakil presiden.
Sedangkan untuk rekor berkas peradilan paling banyak, Anwar menilai hal tersebut memang sangat layak karena perkara pilpres meskipun hanya terdapat satu nomor perkara, namun wilayah hukumnya meliputi seluruh Indonesia.
"Namun, berapapun jumlah berkas yang diajukan oleh para pihak menjadi kewajiban MK untuk meneliti dan mempertimbangkannya. Terlepas dari apapun isi putusannya, pasti ada yang puas dan ada yang tidak puas," kata Anwar.
Menurut Anwar, hal yang tidak mungkin bagi sebuah lembaga peradilan termasuk MK untuk menjatuhkan putusan yang bisa memuaskan semua pihak.
"Hal ini mengingat setiap pihak memiliki kepentingan, maka penilaian masing-masing pihak terhadap suatu putusan, akan terpengaruh dengan kepentingannya," ujar Anwar.