REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta serius dalam menangani masalah polusi udara yang terjadi di Jakarta. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, selain asap hasil kendaraan bermotor, industri merupakan penyumbang dominan emisi yang menyebabkan polusi udara di Ibu Kota.
"Kontribusinya (polusi pabrik) cukup besar, sekitar 60 persen," kata Trubus, Kamis (15/8).
Menurut dia, dengan kontribusi sebesar itu, kebijakan perluasan ganjil genap kendaraan atau pembatasan usia kendaraan menjadi percuma. Karena, seharusnya yang juga diurus oleh pemerintah dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta adalah keberadaan industri ini.
Ia mencontohkan, di Jakarta Timur terdapat industri baja yang masih mengeluarkan polusi udara yang luar biasa. Di Jakarta Utara pun ada pabrik industri rumahan yang juga mengeluarkan polusi yang tinggi.
Bahkan, jika memungkinkan, ia menegaskan, industri yang ada di Jakarta dipindahkan ke daerah lain. Ia mengimbau setidaknya Pemprov DKI Jakarta harus lebih ketat dalam mengawasi operasional industri-industri tersebut.
"Selama ini kan karena pengawasan rendah. Standar-standar itu sering diabaikan. Ini yang menurut saya perlu ditingkatkan," ujar dia menambahkan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga menilai kebijakan perluasan area pembatasan pelat nomor kendaraan ganjil genap tak akan efektif menekan kemacetan dan polusi udara di Jakarta. Ia mengatakan, kondisi lalu lintas di Kota Jakarta makin padat dengan tingkat kemacetan yang makin parah.
Selain kemacetan, kondisi teraktual adalah kualitas udara di Jakarta yang kian pekat dengan polusi. Bahkan, polusi di Jakarta bertengger pada urutan kedua-ketiga sebagai kota terpolusi di dunia.
Tulus menambahkan, implementasi ganjil genap di atas kertas bisa memangkas 40-45 persen jumlah kendaraan bermotor yang beredar di ruas jalan tersebut. “Sebaliknya, jika penerapannya hanya setengah hati, perluasan area ganjil genap tak akan efektif menekan kemacetan di Jakarta dan tak akan mampu menekan tingginya polusi udara di Jakarta,” kata Tulus.
Pasalnya, dia menambahkan, pengecualian sepeda motor yang tak terkena ganjil genap, akan mendorong masyarakat pengguna roda empat bermigrasi atau berpindah ke sepeda motor. Apalagi, pertumbuhan kepemilikan sepeda motor di Jakarta mencapai lebih dari 1.800 per hari serta makin tingginya penggunaan ojek daring.
Berdasarkan data dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), sepeda motor berkontribusi paling signifikan terhadap polusi udara, yakni 19.165 ton polutan per hari di Jakarta bersumber dari sepeda motor sebesar 44,53 persen, mobil sebesar 16,11 persen, bus sebesar 21,43 persen, truk sebesar 17,7 persen, dan bajaj sebesar 0,23 persen.
Wacana pengecualian taksi daring dalam ganjil genap juga dinilai merupakan langkah mundur, bahkan merupakan bentuk inkonsistensi. Pengecualian ini akan memicu masyarakat berpindah ke taksi daring dan upaya mendorong masyarakat berpindah ke angkutan massal, seperti Transjakarta, MRT, KRL atau kereta komuter, dan lainnya akan gagal.
Tulus menilai, upaya menekan polusi udara juga akan gagal manakala kendaraan di Jakarta masih gandrung menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan kualitas rendah, seperti jenis bensin Premium dan atau bahan bakar dengan kandungan sulfur yang masih tinggi.
“Jika perluasan ganjil genap akan berdampak signifikan terhadap menekan kemacetan dan polusi udara di Jakarta, seharusnya sepeda motor juga diberlakukan sama untuk ganjil-genap, setidaknya untuk jalan protokol, seperti Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, dan Jalan Rasuna Said. Apalagi, selama ini pengguna sepeda motor belum pernah dibatasi atau dikendalikan, seperti pengguna kendaraan roda empat,” ujar dia.
Selain itu, agar perluasan ganjil genap itu menjadi kebijakan yang adil, YLKI meminta Gubernur Jakarta untuk memperkuat jaringan dan pelayanan transportasi umum, khususnya bus Transjakarta disterilkan jalurnya. Hal ini agar waktu tempuhnya makin cepat serta adanya sarana transportasi pengumpan ke halte Transjakarta yang lebih memadai.
“Pajak kendaraan bermotor pribadi roda empat juga diberikan diskon pajak, mengingat dengan adanya ganjil-genap, pemilik kendaraan bermotor roda empat tidak bisa optimal menggunakan kendaraannya,” kata dia mengusulkan.
Ingub Ganjil Genap
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta akan menerbitkan instruksi gubernur (ingub) soal kebijakan pembatasan kendaraan bermotor dengan pelat nomor ganjil genap yang diperluas setelah fase sosialisasi selama sebulan terlewati.
"Untuk ingubnya memang belum dikeluarkan. Sekarang masih fase uji coba, fase sosialisasi sekaligus penataan, setelah itu baru penerbitan ingub," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di DPRD DKI Jakarta, Rabu (14/8) malam.
Selain dilakukan sosialisasi, kata Anies, kebijakan tersebut juga sedang dibahas dengan semua pemangku kepentingan yang relevan. Pembahasan tersebut, kata Anies, dikarenakan perluasan ganjil genap tersebut menjangkau kawasan-kawasan yang memiliki masalahnya sendiri-sendiri.
"Ada jalur yang ada tiga rumah sakit di situ. Ada kepentingan warga yang tinggal di kawasan itu. Itu semua nanti ditata. Sesudah penataannya lengkap, baru nanti dibuatkan instruksi gubernur yang insya Allah bisa menjadi pegangan bagi pelaksanaannya," kata Anies.