REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia masih terbelit masalah hidden hunger alias kelaparan tersembunyi sebagai akibat kekurangan zat gizi mikro. Menurut ahli pangan Dr Ir Purwiyatno Hariyadi MSc, kemiskinan merupakan faktor utama penyebab munculnya kondisi tersebut.
"Karena miskin, tidak semua lapisan masyarakat bisa mendapatkan makanan sehat dengan mudah, sehingga harus dicarikan solusinya, antara lain fortifikasi pangan oleh dunia usaha," ujar Ketua Pusat Pangan SEAFAST IPB, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa.
Purwiyatno menjelaskan, zat gizi mikro terdiri dari yodium, vitamin A, zat besi, asam folat, aneka vitamin B, serta mineral lainnya. Kelaparan tersembunyi ini memiliki dampak serius karena dari luar tidak menampakkan gejala, namun sebenarnya masalah itu ada, salah satunya ditunjukkan dengan penderitanya yang gampang jatuh sakit.
Sementara itu, Director of Center for Livable Future, Prof Martin W Bloem, mengatakan populasi global juga tengah menghadapi krisis yang saling terkait, mencakup kemiskinan, masalah gizi buruk (gizi kurang dan kegemukan), juga masalah kesehatan (mortalitas dan morbiditas anak). Bloem menyebut ada lima miliar orang tinggal di kawasan di mana gizi buruk dan kematian anak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Guna memutus mata rantai ini, konsumsi makanan bergizi harus berkelanjutan. Bloem yang juga pakar kesehatan masyarakat dari John Hopkins Bloomberg School of Public Health menyebut, pelaku usaha dapat berkontribusi mengatasi masalah tersebut dengan menyediakan makanan bergizi, antara lain dengan fortifikasi.
Fortifikasi pangan merupakan metode untuk menitipkan senyawa penting yang diperlukan ke makanan untuk meningkatkan nilai gizinya, sehingga lebih mudah dijangkau masyarakat. Vitamin A, misalnya, lazim dimasukkan ke produk margarin dan minyak goreng, sementara yodium dimasukkan ke dalam garam.