Selasa 13 Aug 2019 13:30 WIB

Polri Disebut tak Fair karena Menyampingkan Kasus Buku Merah

Membuang kasus buku merah di pengungkapan kejahatan terhadap Novel mengundang tanya

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Karta Raharja Ucu
Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan pers setelah diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan pers setelah diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota tim advokasi Novel Baswedan, Alghifari Aqsa, menilai Tim Teknis Polri tidak objektif dalam menentukan koridor penyidikan baru perburuan pelaku penyerangan terhadap investigator di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seharusnya, kata dia, Polri tetap menjadikan kasus buku merah sebagai salah satu rel pengungkapan serangan terhadap Novel Baswedan.

"Menyampingkan kasus buku merah dalam penyidikan Novel Baswedan adalah kejanggalan. Polri tidak fair (objektif)," kata Aqsa saat dihubungi, Jumat (12/8).

Mantan direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu menerangkan, membuang kasus buku merah dalam pengungkapan kejahatan terhadap Novel mengundang tanya atas enam kasus yang direkomendasikan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) kepada Tim Teknis Polri. Menurut Aqsa, TPF mengatakan, enam kasus yang direkomendasikan adalah motif kemungkinan penyerangan terhadap Novel. Tetapi, kata dia, mengapa hanya terbatas pada enam kasus tersebut.

Aqsa menilai enam kasus rekomendasi TPF terbilang usang. Sementara, kasus buku merah memiliki dugaan keterlibatan institusi kepolisian. "Bukan berarti kasus buku merah itu dianggap sebagai motif tunggal penyerangan terhadap Novel. Tetapi, kenapa kasus itu (buku merah) tidak dijadikan juga sebagai salah satu motif?" kata Aqsa.

Menurut Aqsa, penolakan Tim Teknis Polri menyi bak kasus buku merah dalam pengungkapan penyerangan terhadap Novel menunjukkan adanya kejanggalan di institusi kepolisian. Keanehan tersebut baik terhadap kasus buku merah itu sendiri ataupun kaitannya dengan aksi keji penyiraman asam sulfat ke wajah Novel pada 11 April 2017 lalu.

Aqsa meminta, jika penyidikan di Tim Teknis netral dan objektif, segala kemungkinan kasus yang menjadi dugaan motif penyerangan semestinya ikut diinvestigasi untuk menemukan pelaku dan dalang kejahatan terhadap Novel. Kasus buku merah adalah istilah dari skandal penghilangan dan perusakan alat bukti penyidikan dari kasus korupsi pengusaha daging Hariman Basuki pada 2018. Kasus buku merah pertama kali ter ungkap lewat investigasi sejumlah media nasional yang tergabung dalam Indonesialeaks, tahun lalu.

Investigasi itu menyatakan, perusakan alat bukti tersebut dilakukan sejumlah penyidik KPK da ri korps kepolisian. Buku merah sendiri adalah bu ku catatan bersampul merah yang berisi pengeluaran dana Hariman Basuki. Diduga, catatan tersebut menyebutkan aliran dana suap Hariman kepada sejumlah pejabat tinggi negara dan perwira tinggi di institusi kepolisian.

Akhir pekan lalu, Kabag Penum Mabes Polri Kom bes Asep Adi Saputra menegaskan, Tim Teknis tak akan menjadikan kasus buku merah dalam penyidikan lanjutan penyerangan terhadap Novel. Asep mengatakan, Tim Teknis hanya menjadikan enam kasus rekomendasi TPF sebagai acuan dalam pengungkapan pelaku penyerangan terhadap Novel.

Penolakan tim tersebut, kata Asep, karena kasus buku merah tak ada kaitannya dengan Novel. Persoalan itu kansudah final. "(Dalam kasus buku merah) tidak ada hal yang menyangkut tentang Saudara Novel," ujar Asep di gedung Humas Polri, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (9/8). Asep menerangkan, Tim Teknis Polri hanya bekerja sesuai dengan rekomendasi dari TPF yang sebelumnya bekerja mengungkap fakta peristiwa penyerangan terhadap Novel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement