Selasa 13 Aug 2019 12:32 WIB

Memahami Karakteristik Gempa Pendahuluan

Sejumlah peristiwa gempa besar di dunia dapat diamati gempa pendahuluan

Dr. Daryono (Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG)
Foto: Dok. Pri
Dr. Daryono (Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Daryono (Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG)

Hasil monitoring Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa sejak awal Agustus 2019 telah terjadi rentetan aktivitas gempa bumi di Busur Subduksi Sunda. Aktivitas gempa yang signifikan ini tersebar dari Segmen Megathrust Mentawai-Siberut hingga Segmen Megathrust Sumba.

Baca Juga

Diawali dengan peristiwa gempa kuat dan merusak di Banten berkekuatan M 6,9 pada 2 Agustus 2019 lalu, hingga Senin (12/8) lalu, rentetan gempa masih terus mengguncang. Kemarin saja sudah dua kali wilayah selatan Bali dan Banyuwangi diguncang gempa berkekuatan M 4,9.

Sejak awal Agustus 2019 tercatat di Busur Subduksi Sunda sudah lebih dari 8 kali terjadi gempa signifikan yaitu:

  • 2 Agustus 2019 Gempa Selatan Banten M 6,9
  • 3 Agustus 2019 Gempa Sukabumi M 4,4
  • 9 Agustus 2019 Gempa Sumba M 4,3
  • 10 Agustus 2019 Gempa Tasikmalaya dan Pangandaran M 4,0
  • 10 Agustus 2019 Gempa Tasikmalaya dan Pangandaran M 5,1
  • 11 Agustus 2019 Gempa Pariaman M 5,2
  • 11 Agustus 2019 Gempa Selatan Selat Sunda M 5,1.
  • 12 Agustus 2019 Gempa Selatan Bali dan Banyuwangi M 4,9

Rentetan gempa ini sangat menarik untuk dicermati secara keilmuan. Seluruh gempa berpusat di Zona Subduksi.

photo
Tembok ruang kelas retak akibat gempa di SD Negeri 8 Ungasan, Badung, Bali, Selasa (16/7/2019).

Memang ada variasi kedalaman hiposenternya. Dalam hal ini, ada pusat gempa yang sangat dangkal bersumber di zona subduksi muka (front subductioan), tetapi ada juga yang berada di kedalaman menengah di zona transisi, antara zona megathrust dan Benioff.

Fenomena rentetan gempa yang terus terjadi ini memancing perhatian masyarakat dan awak media yang terus menanyakan ke BMKG: fenomena apakah ini? Mengapa aktivitas gempa di zona subduksi akhir-akhir ini sangat aktif?

Sebagian dari mereka malah lebih kritis dengan menanyakan apakah rentetan gempa ini merupakan aktivitas gempa pendahuluan (foreshocks)?

Tentu saja sangat sulit untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Namun demikian, hasil monitoring BMKG memang menunjukkan adanya klaster-klaster yang mencolok terkait adanya peningkatan aktivitas seismik. Mereka adalah (1) zona selatan Bali dan Banyuwangi; (2) Zona Cilacap dan Pangandaran; dan (3) Selat Sunda.

BMKG akan terus memonitor aktivitas seismik yang terjadi khususnya di tiga zona duga aktif tersebut dan hasilnya akan segera diinformasikan kepada masyarakat.

Jika kita mencermati peristiwa gempa besar di seluruh dunia memang dapat diamati gempa pendahuluannya. Fakta ini dapat kita lihat sebelum peristiwa gempa Aceh 2004, Gempa Tohuku 2011, dan Gempa Chili 2014. Semua gempa besar ini didahului oleh serangkaian gempa pendahuluan.

Penjelasan terkait gempa pendahuluan tampaknya diperlukan agar tidak terus menjadi tanda tanya yang menggelayuti masyarakat. Dari beberapa hasil kajian, kita juga dapat mengidentifikasi beberapa karakteristik aktivitas gempa pendahuluan.

Pertama, gempa pendahuluan biasanya terjadi di zona dengan nilai “B-value” rendah. Nilai “B-value” rendah artinya di zona itu masih menyimpan tegangan yang tinggi, yang berpotensi terjadi gempa besar.

Kedua, di zona tersebut ada fenomena migrasi percepatan titik hiposenter yang semakin cepat menuju titik inisiasi lokasi estimasi gempa utama. Selain itu juga teridentifikasi adanya “repeating earthquakes”.

Cirinya, gempa ini berulang-ulang dan terjadi di segmen tersebut. Secara sederhananya, ini menunjukkan ada sebuah proses yang semakin lama semakin intensif sebelum muncul gempa utamanya (mainshock). Aktivitas ini mirip kalau kita mau mematahkan kayu, perlahan-lahan ada retakan-retakan kecil sebelum benar-benar terpatahkan.

Namun, apakah fenomena rentetan gempa akhir-akhir ini sudah mengarah tanda-tanda seismisitas mengarah ke arah sana?

Hal ini juga masih sulit dijawab karena data aktivitas gempa yang terjadi belum cukup untuk disimpulkan.

BMKG akan terus melakukan monitoring dengan memfokuskan di zona-zona duga aktif tersebut di atas. Kita akan terus amati polanya secara spasial dan temporal. Satu hal yang penting diingat bahwa tidak semua klaster aktif akan berujung kepada terjadinya gempa besar, meskipun setiap gempa besar selalu di dahului oleh serangkaian aktivitas gempa pendahuluan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement