Selasa 13 Aug 2019 05:11 WIB

Ribuan Koperasi di Papua tak Aktif

Dari 3.000 koperasi yang ada di Papua, hanya 200 koperasi yang rutin melaksanaka RAT.

Ilustrasi Koperasi Warga
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Koperasi Warga

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Ketua Dewan Koperasi Wilayah (Dekopinwil) Papua H Sulaeman Hamzah mengatakan dari 3.000 koperasi yang ada di Papua, hanya 200 koperasi yang rutin dan aktif menjalankan Rapat Anggota Tahunan (RAT). H Sulaeman Hamzah di Jayapura, Senin (12/8) mengatakan salah satu penyebab kurang aktifnya koperasi di Papua karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap koperasi. Akhirnya koperasi tidak berkembang dan cenderung menurun kinerjanya.

Melihat kondisi seperti ini ia khawatir koperasi di Papua akan hilang. Terbukti, kata Hamzah, dari 3.000 koperasi yang ada di Papua, hanya 200 koperasi yang rutin menjalankan RAT.

Baca Juga

"Koperasi dulu begitu hebat, bisa mencapai swasembada beberapa komoditas, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Dulu kita masih melihat komunikasi yang baik antar petani melalui koperasi, semua kebutuhan bisa terlayani oleh koperasi, begitu juga pemasaran hasilnya, sekarang tidak terlihat lagi," kata Sulaeman.

Menurut dia, kondisi ini diperparah dengan perhatian pemerintah yang kurang kepada koperasi. Sehingga praktis seluruh bantuan pusat dan daerah pada jaman dulu, tidak lagi digunakan secara kelembagaan. Aset gudang, kantor, semua digunakan perorangan, bukan lagi kelembagaan koperasi, katanya. "Hal ini sangat disayangkan," katanya.

Karena perhatian tidak ada, kini banyak koperasi tiarap, tidak bisa berkembang. Makin hari pun jumlahnya makin kurang.

Sulaeman Hamzah mengatakan koperasi adalah sebuah lembaga usaha yang mestinya mendapat dukungan penuh dari masyarakat, tapi ternyata tidak. Sementara dewan koperasi yang merupakan lembaga nonstruktural, yang mestinya dibiayai pemerintah pusat maupun daerah juga kurang diperhatikan.

Padahal ada landasan hukumnya yaitu Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2011 yang isinya mengharuskan dewan koperasi di pusat dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan di provinsi dibiayai oleh APBD, demikian juga di kota/kabupaten. "Tetapi kenyataannya tidak jalan, terjadi kepincangan di lapangan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement