REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, keinginan melakukan amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebaiknya dikaji secara cermat. Fadli menginginkan agar amandemen UUD terbatas mengakomodir kepentingan semua pihak, bukan segelintir pihak.
"Kalau mau amendemen, harus dikaji dengan cermat, jangan hanya untuk kepentingan sesaat. Kalau untuk kepentingan sesaat atau kelompok, ini merugikan rakyat, sampai sejauh mana kita mau lakukan amandemen tersebut," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/8).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menginginkan, jika amandemen dilakukan, sekaligus mengembalikan naskah asli UUD 1945. Sebab, menurutnya, amandemen pertama hingga keempat telah menghilangkan substansi naskah asli UUD 1945.
Ia mengatakan, naskah UUD yang saat ini berlaku sudah jauh berbeda dengan naskah asli. Karena itu, ia mendorong amendemen terbatas UUD 1945 mengembalikan naskah semula beserta hasil amendemen I-IV untuk selanjutnya dilakukan adendum.
"Kalau bisa sekaligus aja, kita kembalikan dulu (ke UUD 1945), lalu kita adendum dari hal-hal yang sudah diputuskan di amendemen pertama hingga keempat, lalu hal apa yang akan dilakukan dengan amendemen berikutnya dengan bentuk adendum," kata Fadli.
Fadli juga merespons keinginan kuat PDIP dalam mengajak partai-partai mendukung amandemen terbatas dan penghidupan kembali GBHN. Bahkan, PDIP menjadikan dua agenda tersebut sebagai salah satu syarat mengajukan paket pemilihan pimpinan MPR.
Fadli menegaskan, ide tersebut sebenarnya telah muncul sudah sejak lama. "Nggak juga sih, ini kan ide yang udah lama. Ide yang udah 5-10 tahun lalu udah ada dan mungkin udah waktunya dibicarakan, nggak ada masalah, tapi (perlu) dibicarakan secara mendalam dan bukan untuk kepentingan jangka pendek " kata Fadli.