Senin 12 Aug 2019 11:03 WIB

Hoaks Tantangan Baru dalam Bencana Alam

Hoaks (berita palsu) menjadi ancaman 'bencana' baru ketika bencana alam terjadi

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Hoax. Ilustrasi
Foto: Indianatimes
Hoax. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Dosen sekaligus pendiri Klinik Digital Vokasi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menilai ada tantangan baru dalam bencana alam. Menurutnya saat ini yang sering terlupakan adalah bagaimana hoaks (berita palsu) menjadi ancaman 'bencana' baru ketika bencana alam terjadi di suatu daerah.

"Karena dampaknya yang membuat masyarakat menjadi tambah panik dan menjauh dari upaya bertahan hidup yang proporsional," katanya dalam pernyataan yang diterima di Depok, Senin (12/8).

Baca Juga

Klinik Digital Vokasi UI memiliki program yang dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi masyarakat di era digital. Untuk itu, kata dia, Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) & Klinik Digital Vokasi Humas UI melaksanakan kegiatan Pengmas bertajuk Mitigasi Bencana. Terapi Kejiwaan Pascabencana.

Kegiatan ini dilakukan bersama lebih dari 250 peserta di empat komunitas yang berbeda. Para peserta terdiri atas warga Desa Amerta Bhuana Bali, siswa SD Tawakal, orang tua murid SD Al Azhar Syifa Budi, dan siswa kelas 1-3 SD Al Azhar Syifa Budi.

Sosialisasi ini menghadirkan empat pembicara yaitu Amelita Lusia (Ketua Pengabdi Pengmas Vokasi), Devie Rahmawati (peneliti sosial Vokasi UI), Reska Herlambang (pengajar praktik Vokasi UI), dan Lusi Bulur (pemerhati komunikasi keluarga).

Kepala Desa Amerta Bhuana I Wayan Artha mengatakan saat tidak terjadi bencana adalah saat yang tepat untuk menyosialisasikan apa yang harus dipersiapkan oleh masyarakat ketika menghadapi bencana dan pascabencana.

"Kehadiran tim Vokasi Humas UI benar-benar membuka mata kami tentang banyak hal. Khususnya trauma yang dialami oleh anak-anak pascabencana yang sering kali tidak terlihat dalam wajah dan perilaku anak," katanya.

Ketua Pengabdi Mitigasi Bencana Vokasi UI Amelita Lusia mengatakan berbagai bencana yang terus menghampiri sering membuat tidak sadar bahwa semua pihak harus memerhatikan bukan hanya persiapan terkait hal-hal bersifat material. Akan tetapi juga persiapan mental dan moralitas.

"Oleh karenanya, di dalam keluarga harus sering melakukan dialog tentan banyak hal di meja makan, termasuk perihal bencana. Agar ketika kejadian luar biasa dan tiba-tiba seperti bencana, tidak lagi mengejutkan masyarakat terutama anak-anak dan perempuan,” katanya.

Oleh karena itu, kata Reska Herlambang, tidak heran ketika anak-anak menjadi yang paling menderita di dalam situasi bencana. Ini karena orang-orang tua tidak memperkuat diri mereka dengan pengetahuan. "Orang tua banyak menghabiskan waktu dengan gawai dan sering termakan oleh hoaks," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement