Senin 12 Aug 2019 05:56 WIB

Idul Adha di Tengah Kepungan Asap

Kabut asap tidak menyurutkan umat Islam di Kalimantan untuk menunaikan Shalat Id.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Karta Raharja Ucu
Umat Islam melaksanakan Salat Idul Adha di tepian Sungai Kapuas di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (11/8). Umat Muslim di Pontianak melaksanakan salat Idul Adha dalam kondisi diselimuti kabut asap pekat yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan.
Foto: Jessica Helena Wuysang
Umat Islam melaksanakan Salat Idul Adha di tepian Sungai Kapuas di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (11/8). Umat Muslim di Pontianak melaksanakan salat Idul Adha dalam kondisi diselimuti kabut asap pekat yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan.

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kabut asap tidak menyurutkan semangat umat Islam di Pontianak, Kalimantan Barat, dan Pekanbaru, Riau, melaksanakan shalat Idul Adha 1440 Hijriyah, Ahad (11/8). Hampir semua jamaah menunaikan shalat sambil mengenakan masker.

Pemandangan tersebut salah satunya terlihat di Masjid Raya Annur, Kota Pekanbaru, Riau. Walau kabut asap cukup pekat, ribuan Muslim mengikuti shalat Idul Adha yang digelar di pelataran masjid.

Panitia pelaksanaan shalat Idul Adha menyediakan masker untuk dibagikan kepada jamaah. Namun, tak sedikit jamaah yang membawa masker sendiri dari rumah.

"Sebenarnya (kondisi udara—Red) sudah tidak sehat. Tapi, panitia menyediakan masker," kata seorang warga bernama Abdullah (45 tahun), kemarin.

Kemarin, kabut asap di Pekanbaru terasa menyengat seperti arang terbakar. Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), jarak pandang bahkan sangat pendek.

"Jarak pandang hanya 2 kilometer akibat asap," kata staf analisis BMKG Stasiun Pekanbaru, Sanya Gautami.

photo
Umat Islam melaksanakan Salat Idul Adha di tepian Sungai Kapuas di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (11/8). Umat Muslim di Pontianak melaksanakan salat Idul Adha dalam kondisi diselimuti kabut asap pekat yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan.

Ia menjelaskan, kabut asap juga terpantau menyelimudi Kota Dumai dengan jarak pandang 2 kilometer dan Kabupaten Pelalawan 3 kilometer. Berdasarkan pantauan satelit pada Ahad, pukul 06.00 WIB, ada delapan titik panas di Riau yang jadi indikasi awal karhutla.

Dari jumlah tersebut, ada enam titik yang terindikasi kuat merupakan titik api karhutla. “Seluruhnya berada di Kabupaten Indragiri Hulu,” katanya.

Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, karhutla yang melanda daerah berjulukan Bumi Lancang Kuning itu sudah berat untuk ditanggulangi dan hanya bisa padam apabila turun hujan deras. “Saya sudah berkeliling hingga ke Tembilahan, sekarang kebakaran cukup berat karena sulit dapatkan air,” kata Syamsuar, kemarin.

Ia menjelaskan, kebakaran cukup luas terdapat di sekitar daerah Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Kabupaten Siak. Di sana, kekeringan mulai melanda yang menyebabkan Satuan Tugas (Satgas) Karhutla Riau sulit mendapatkan sumber air untuk melakukan pemadaman.

“Satgas, termasuk TNI, Polri, sudah kerja keras di lapangan, tapi memang sulit untuk dapat air," kata Syamsuar yang juga menjabat komandan Satgas Karhutla Riau.

photo
Ribuan umat muslim melaksanakan Sholat Idul Adha di halaman Masjid Raya Annur dengan kondisi kabut asap karhutla yang menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Minggu (11/8). Kabut asap dampak dari kebakaran hutan dan lahan yang masih terjadi di Provinsi Riau membuat kota Pekanbaru dan beberapa kabupaten lainnya diselimuti kabut asap khususnya pada pagi hari.

Syamsuar sempat mengatakan, kondisi karhutla dan kabut asap di Riau belum masuk kategori mengkhawatirkan. Namun, setelah karhutla terus meluas dan polusi asap terus menyelimuti sejumlah wilayah, khususnya Pekanbaru, selama sepekan terakhir, ia menilai karhutla kini sudah menjadi musibah.

Karena itu, ia mengajak masyarakat Riau, khususnya umat Islam, melaksanakan shalat Istisqa untuk meminta turun hujan kepada Allah SWT. “Semoga musibah ini segera berakhir dan mudah-mudahan masyarakat Riau bersama melaksanakan shalat Istisqa sebagai bagian upaya kita minta ampun kepada Allah SWT sekaligus minta turun hujan,” katanya.

Tanpa adanya hujan, ia yakin musibah asap akan semakin parah, apalagi BMKG menyatakan bahwa musim kemarau di Riau berlangsung hingga OKtober. “Masih lama lagi kita hadapi seperti ini,” katanya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK mencatat, luas indikatif karhutla seluas 135.747 hektare sejak Januari hingga Juli 2019. Jumlah tersebut terdiri atas lahan gambut sebanyak 31.002 hektare dan lahan mineral 104.746 hektare. Riau menjadi provinsi yang mengalami karhutla paling luas, yakni 27.635 hektare.

Di Pontianak, Kalimantan Barat, kabut asap juga tak menyurutkan umat Islam untuk melaksanakan shalat Idul Adha. Ribuan umat Islam mengikuti shalat Idul Adha di Taman Alun-Alun Kapuas atau di depan Kantor Wali Kota Pontianak, Jalan Rahadi Oesman.

photo
Ribuan umat muslim melaksanakan Sholat Idul Adha di halaman Masjid Raya Annur dengan kondisi kabut asap karhutla yang menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Minggu (11/8). Kabut asap dampak dari kebakaran hutan dan lahan yang masih terjadi di Provinsi Riau membuat kota Pekanbaru dan beberapa kabupaten lainya diselimuti kabut asap khususnya pada pagi hari.

Dalam kesempatan itu, ribuan Muslim Kota Pontianak juga memanjatkan doa agar diberikan hujan sehingga kabut asap yang melanda daerah itu bisa segera berakhir. Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menyampaikan, kondisi ISPU (indeks standar pencemaran udara) di Kota Pontianak masih dalam kategori tidak sehat. Ia mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitasnya di luar rumah.

"Kalau memang aktivitas di luar tidak begitu penting, sebaiknya dikurangi, dan kalaupun harus keluar rumah sebaiknya menggunakan masker atau penutup mulut dan hidung," katanya.

Ia menjelaskan, kabut asap yang melanda Kota Pontianak merupakan asap kiriman dari daerah lain yang mengalami karhutla. Pontianak terpapar asap kiriman karena merupakan dataran rendah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement