REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto mengatakan anak muda usia 17-24 tahun rentan terpapar paham radikal dan terorisme. Ini karena dalam usia rentang tersebut masih dalam fase mencari jati diri sehingga mudah dipengaruhi.
"Memang yang disasar itu anak usia 17-24 tahun karena mereka masih muda, energik, mencari jati diri dan masih memiliki semangat yang tinggi. Mereka relatif belum memiliki tanggungan sehingga menjadi target utama," kata Wawan dalam diskusi di Jakarta, Sabtu.
Dia enggan menyebut angka pasti jumlah usia 17-24 tahun yang terpapar radikalisme-terorisme di Indonesia, namun berdasarkan data BIN ada 900-1.000 orang yang terpapar paham tersebut.
Menurut dia, dari jumlah 900 orang itu tidak semuanya dari usia 17-24 tahun. Ada yang dari usia 24-45 tahun dan di atas 50 tahun. Namun yang menjadi garis terdepan adalah usia 17-24 tahun.
"Oleh karena itu kami tetap melakukan literasi publik termasuk literasi digital termasuk patroli siber untuk melakukan deteksi dini dan juga lapor cepat. Lapor kalau terlambat juga buat apa," ujarnya.
Wawan juga menekankan bahwa banyak kasus terorisme seperti bom bunuh diri melibatkan anak usia muda karena ada faktor-faktor yang melatar belakangi. Salah satunya tidak kritis dalam mempertimbangkan sesuatu termasuk masuknya paham radikal dan terorisme.
Dia mengatakan BIN terus menerus-menerus melakukan upaya-upaya pendekatan termasuk kepada keluarga yang anaknya terpapar paham radikal dan terorisme.
"Kami melakukan upaya-upaya pendekatan termasuk mendekati keluarga karena keluarga yang paling tahu watak masing-masing. Jadi semua elemen harus dilibatkan untuk melakukan pencegahan," tuturnya