Jumat 09 Aug 2019 13:59 WIB

Pejalan Kaki Kritik Izin Pedagang Hewan di Trotoar

Izin menjadi preseden buruk ketika Jakarta mulai membenahi fasilitas pejalan kaki.

Pedagang menjual hewan kurban dengan memanfaatkan trotoar Jl KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (9/8).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang menjual hewan kurban dengan memanfaatkan trotoar Jl KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (9/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Pejalan Kaki mengkiritisi kebijakan Pemerintah Kota Jakarta Pusat yang memberikan izin bagi para pedagang hewan kurban membuka lapak di trotoar. Koalisi Pejalan Kaki menilai hal itu melanggar undang-undang dan peraturan daerah.

"Saya agak pesimis melihat DKI Jakarta yang memberikan izin opsional seperti itu. Ini akan menjadi preseden buruk ketika Jakarta sudah mulai berbenah terkait fasilitas pejalan kaki," kata Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Tobasa di Jakarta, Jumat (9/8).

Baca Juga

Alfred mengingatkan kebijakan tersebut bertentangan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Transportasi dan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan. Selain itu, kebijakan tersebut, lanjut dia, juga bertentangan dengan Perda DKI Jakarta Nomor 5 tahun 2014 tentang transportasi dan Perda DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Menurut Alfred, seharusnya pihak terkait sudah memiliki pemetaan lokasi yang bisa digunakan untuk mengakomodasi pedagang berjualan. Dengan demikian, pedagang hewan tidak malah menggunakan trotoar untuk membuka lapak.

Sementara itu, sejumlah lapak pedagang hewan kurban sudah mulai buka di trotoar di sekitar Jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, tepatnya di trotoar depan Rusun Tanah Abang dan depan Pasar Said Naum. Sapi dan kambing ditempatkan didalam kandang dari bambu di lapak yang berada di trotoar.

Tidak ada pembagian dengan tali tambang di tengah trotoar seperti yang sebelumnya disebutkan Wakil Wali Kota Pemkot Jakarta Pusat, Irwandi. Satu orang pedagang bisa membawa lebih dari 10 kambing dan dua sapi yang diikatkan di pagar yang ada di trotoar.

Ada juga kambing yang diikat di luar kandang sehingga tidak menyisakan badan trotoar khususnya bagi pejalan kaki. "Saya harus minggir dan jalan di sisi jalan raya soalnya ada pedagang di trotoar," kata seorang warga Masyta.

Warga lain juga merasa terganggu karena tidak bisa leluasa berjalan kaki di trotoar. Apalagi situasi lalu lintas Tanah Abang yang tidak pernah sepi. "Kawasan ini kan selalu padat lalu lintas, terus saya mesti mengalah. Belum lagi daerah ini jadi bau kotoran hewan," kata seorang pejalan kaki, Akbar.

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Pemkot Jakarta Pusat Irwandi memberikan kelonggaran bagi pedagang lokal di Tanah Abang untuk berjualan hewan kurban di trotoar, meski ia mengakui kegiatan itu dilarang. Namun, ia memberi catatan bahwa trotoar akan dibagi menggunakan tali tambang, untuk memisahkan antara pejalan kaki dan pedagang hewan kurban.

"Saya minta nanti pakai (tali) tambang, dikasi tambang jadi orang jalan bisa, kambing (agak) ke dalem. Kami akan kontrol, sebelum nanti berdagang dan pascaberdagang, jangan sampai kotorannya masih di jalan," katanya saat meninjau Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang, Senin (29/7).

Gubernur Anies Baswedan sebelumnya mengeluarkan Instruksi Gubernur nomor 46 tahun 2019 tentang pengendalian penampungan dan pemotongan hewan dalam rangka Idul Adha 2019. Dalam instruksi tersebut salah satunya ditujukan kepada para wali kota dan bupati Kepulauan Seribu untuk mengatur dan mengendalikan lokasi serta kegiatan penampungan, penjualan dan pemotongan hewan kurban.

Hal itu meliputi kegiatan penampungan dan penjualan hewan kurban pada jalur hijau, taman kota, trotoar dan fasilitas umum. Selain itu, memfasilitasi penetapan lokasi penampungan dan penjualan hewan kurban di luar jalur hijau, taman kota, trotoar dan fasilitas umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement