REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah masih menghimpun usulan-usulan pemberlakuan ambang batas parliamentary threshold (PT) untuk DPRD. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menilai, usulan itu perlu dikaji ulang.
"Pandangan kami untuk DPRD sebenarnya sejak dulu perlu dikaji ulang," kata Haedar di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (8/8).
Ia menilai, demokrasi Indonesia sudah sangat liberal. Di tingkat nasional, Haedar merasa kita sudah kehilangan fungsi MPR yang mewadahi representasi bangsa Indonesia yang majemuk.
Saat ini, ia melihat, representasi yang ada cuma politik dan daerah yang irisannya tetap politik. Kemudian, Haedar menilai Indonesia sudah menjalankan politik one man one vote atau demokrasi liberal individual.
"Padahal, sila keempat kita kan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, permusyawaratan, perwakilan," ujar Haedar.
DPR, lanjut Haedar, dalam konteks otonomi daerah sudah sedemikian rupa. Sehingga, ada yang berpendapat otonomi daerah di Indonesia sudah menyerupai federasi.
Untuk itu, ia merasa, sudah saatnya Indonesia mengkaji ulang hal-hal yang menyangkut ketatanegaraan. Dipilah mana yang setelah reformasi tetap kita langsungkan, mana hal-hal yang perlu kita tinjau ulang.
"Saya pikir otonomi daerah, fungsi DPRD, juga harus kita kaji ulang, tapi ini urusan tatanegaraan, fungsinya DPRD harus merepresentasikan kepentingan rakyat di daerahnya," kata Haedar.
Selain itu, untuk kepala-kepala daerah, ia mengingatkan, saatnya mereka betul-betul mewakili rakyatnya dan daerahnya. Apalagi, tahun depan akan ada Pilkada Serentak.
"Jangan sampai kepala daerah itu lebih akrab dengan sekelompok kecil orang pemilik modal, tapi jauh dari rakyat, itu substansinya," ujar Haedar.