Kamis 08 Aug 2019 19:26 WIB

Ini Imbauan Kemenkes untuk Masyarakat Terdampak Asap

Masyarakat sebisa mungkin menghindari keluar ruangan agar tak terpapar asap.

Kendaraan menerobos kabut asap akibat kebakaran lahan di tol Palembang-Indralaya, Sumatera Selatan, Rabu (7/8/2019).
Foto: Antara/Ahmad Rizki Prabu
Kendaraan menerobos kabut asap akibat kebakaran lahan di tol Palembang-Indralaya, Sumatera Selatan, Rabu (7/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali mengimbau kepada masyarakat terdampak asap kebakaran hutan dan lahan agar sebisa mungkin menghindari keluar ruangan. Dengan demikian, mereka tidak terpapar asap.

"Kita sampaikan pada masyarakat, tidak terlalu sering di luar ruangan. Sebisa mungkin hindari paparan asap yang jadi pemicu," kata Imran di Jakarta, Kamis (8/8).

Baca Juga

Imran menerangkan dampak kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara dari asap kebakaran hutan dan lahan bersifat akut atau langsung memberikan efek buruk dalam jangka pendek. Penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), lanjut dia, menjadi gangguan kesehatan yang paling banyak terjadi di saat kualitas udara memburuk akibat kebakaran hutan dan lahan ataupun polusi.

Namun, Imran menjelaskan dari penyakit ISPA tersebut dapat memicu kasus penyakit lain dari riwayat kesehatan seseorang yang terpapar polusi udara. "Karena akut, yang asma bisa terpicu asma. Asap yang mengganggu pernapasan, kalau seseorang punya faktor risiko seperti hipertensi dan penyakit jantung itu bisa terpicu dari situ," kata Agus.

Terkait karhutla yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, Imran menerangkan pihaknya menyiapkan pencegahan dan penanganan pada dampak yang ditimbulkan dari karhutla. Menurut Imran, hingga saat ini dinas kesehatan daerah baik provinsi dan kabupaten-kota masih dapat menangani masalah yang timbul dari dampak karhutla.

"Tentunya kita harus mencegah jangan memicu adanya api, karena masalah membakar hutan untuk menyiapkan lahan merupakan perilaku. Bukan masyarakat awam, tapi masyarakat industri masih melakukan itu, dampaknya pasti ke kesehatan," kata Imran.

Menurut dia, diperlukan komitmen dan kebijakan dari pemerintah daerah untuk menangani polusi udara baik akibat karhutla maupun polusi dari transportasi serta industri. "Harus ada kebijakan daerah yang lebih kuat, misalkan ganjil genap, itu mengurangi polusi, penggunaan kendaraan massal memang sudah dibutuhkan di Jakarta. Ganjil genap diperluas kurangi macet, pembatasan kendaraan lebih dari 10 tahun, dan sebagainya," kata Imran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement