Jumat 09 Aug 2019 01:25 WIB

Mitigasi Bencana Kota Bandung Kepentok Uang dan Tata Ruang

Anggaran yang minim juga berdampak pada frekuensi sosialisasi mitigasi bencana.

Rep: ayo bandung/ Red: ayo bandung
LIPKHAS GEMPA : Mitigasi Bencana Kota Bandung 'Kepentok' Uang dan Tata Ruang
LIPKHAS GEMPA : Mitigasi Bencana Kota Bandung 'Kepentok' Uang dan Tata Ruang

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Informasi mengenai potensi gempa Sesar Lembang dengan Magnitudo lebih dari 6 yang dapat mengancam Bandung Raya mungkin sudah mulai jamak diketahui oleh warga Kota Bandung dan sekitarnya. Namun, itu ternyata tak lantas menambah pengetahuan warga soal kemampuan mitigasi dan pengurangan resiko bencana apabila gempa tersebut sewaktu-waktu terjadi.

Minimnya informasi warga soal proses mitigasi bencana ini disadari oleh pemangku kebijakan terkait, salah satunya Bidang Penanggulangan Bencana Dinas Pemadam Kebaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung.

Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Diskar PB Kota Bandung Sihar Pandapotan mengatakan, pihaknya sejak 2 tahun lalu mulai melakukan sosialisasi kebencanaan. Mulai dari kebakaran hingga gempa, pada masyarakat, pihak instansi pemerintah maupun komunitas. Masalah mitigasi potensi gempa Sesar Lembang termasuk di dalamya.

"Mulai 2017 kita lakukan simulasi, untuk setiap kelurahan kita beri materi. Enggak khusus Sesar Lembang, tapi juga bencana kegempaan yang datang dari sumber lainnya seperti erupsi, misalnya," ungkapnya ketika dihubungi ayobandung.com, Rabu (7/8/2019) malam.

AYO BACA : LIPKHAS GEMPA: Warga Kira Sesar Lembang adalah Obyek Wisata Baru

"Kami juga pernah melakukan simulasi di Tebing Keraton yang merupakan salah satu titik persis Sesar Lembang dengan melibatkan warga setempat, juga kerja sama dengan BPBD Jawa Barat," tambahnya.

Pihak Diskar PB berniat secara rutin menggelar sosialisasi kebencanaan tersebut di tingkat RW setiap tahunnya dengan jumlah sasaran sebanyak-banyaknya. Hingga pertengahan 2019, enam kelurahan telah menerima sosialisasi dan latihan mitigasi bencana dari dinasnya.

"Mulai minggu depan tiap minggu akan ada pelatihan di satu RW. Paling telat dua minggu sekali. Kami juga perlu menunggu kesiapan masing-masing kelurahan setempat dan mengundang masyarakat," jelasnya.

Namun, Sihar mengatakan, sepanjang pengalamannya menggelar pelatihan mitigasi bencana, setidaknya ada dua hal yang menjadi hambatan. Pertama, masalah tata ruang. Sejauh ini, pihaknya belum pernah menemukan RW yang memiliki lokasi titik kumpul warga atau assembly point yang memadai karena situasi pemukiman yang semakin padat.

AYO BACA : LIPKHAS GEMPA: BPBD KBB Gencar Sosialisasi Mitigasi Bencana Warga Sekitar Sesar Lembang

"Dari hasil sosialisasi selama ini, saya masih belum menemukan kelurahan yang sudah memiliki keterangan jalur evakuasi kecuali di kantor-kantor. Titik kumpul pun belum ada, karena memang di satu wilayah itu sulit mencari titik kumpul karena padat," ungkapnya.

Tak adanya titik kumpul juga akan menghambat proses mitigasi dan mobilisasi warga ketika bencana terjadi. Alih-alih menyelamatkan diri ke titik kumpul, untuk keluar dengan selamat dari rumah masing-masing pun dikatakan kendala lantaran saking padatnya permukiman.

"Mobilisasi di beberapa lokasi pun ada yang sangat sulit terutama di kawasan gang-gang sempit. Untuk mengungsi saja sulit, karena ketika ada bangunan yang roboh mereka malah bisa terkena genteng atau tembok. Yang dibutuhkan itu lapangan atau tanah kosong, seluas lapang voli pun tak apa," jelasnya.

Ketika kondisinya demikian, Sihar menyarankan warga untuk dapat berlindung di tempat aman di rumah masing-masing. Bila mengacu pada keterangan yang dihimpun Unit SAR Universitas Padjajaran, hal yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari gempa di rumah misalnya melindungi kepala dengan benda-benda terdekat seperti bantal atau selimut, menjauhi jendela dan benda-benda yang tergantung, dan sebagainya.

Sementara, masalah kedua adalah mengenai anggaran mitigasi Diskar PB yang minim. Selama ini, pihaknya senantiasa mendapat bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat. Anggaran yang minim juga diakui berdampak pada frekuensi sosialisasi mitigasi bencana sehingga tak terlalu sering atau tak banyak melibatkan warga.

"Kita sebenarnya pernah juga melakukan sosialisasi di kepolisian, Babinsa dan lain-lain. Tapi memang enggak kelihatan karena sedikit, karena anggaran kita juga sedikit," ungkapnya.

"Bisa dibilang anggaran ini juga hambatan. Selama ini kalau ada bencana seperti banjir atau kebakaran, kita hanya bisa bantu dapur umum dari Dinas Pertanian dan Dinas Sosial, karena kita enggak punya bahan hidup seperti selimut atau alas tidur. Yang pertama bantu penuhi kebutuhan hidup selalu BPBD Jabar karena kita enggak ada anggaran itu," jelasnya.

AYO BACA : LIPKHAS GEMPA: Peristiwa Gempa Sesar Baribis di Jawa Barat

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ayobandung.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ayobandung.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement