Kamis 08 Aug 2019 13:25 WIB

Dua Pabrik Penyebab Pencemaran Udara Diberi Sanksi

Pemprov DKI menemukan bukti adanya cerobong yang mencemari udara.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indira Rezkisari
Gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melakukan inspeksi mendadak dan penegakan hukum terhadap industri yang cerobongnya terbukti mencemari udara, Kamis (8/8). Inspeksi ini merupakan salah satu pelaksanaan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

Kepala Dinas Lingkungan hidup DKI Jakarta, Andono Warih, memberikan sanksi kepada pabrik yang mencemari udara di Jakarta, berupa paksaan memperbaiki cerobong pembuangan udaranya dalam waktu 45 hari. Dua perusahaan yang mendapatkan sanksi tersebut, yaitu PT. Indonesia Acid Industry dan PT. Mahkota Indonesia.

Baca Juga

"Cerobong kedua pabrik ini telah terbukti mengeluarkan emisi melebihi baku mutu yang dipersyaratkan," ujar Andono, Kamis (8/8).

Sanksi ini merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan Kepgub Nomor 670 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak di Provinsi DKI Jakarta.

Selain itu, lanjut dia, inspeksi mendadak dilakukan terhadap PT. Hong Xin Steel, sebuah industri peleburan baja di Kawasan Cakung. Perusahaan ini sebelumnya sudah diberikan sanksi berupa paksaan pemerintah untuk segera memperbaiki cerobong proses industrinya agar memenuhi keluaran emisi yang memenuhi baku mutu.

“Jika terbukti tidak juga dipenuhi, maka akan meningkat ke sanksi berikutnya, yaitu pembekuan izin lingkungan dan bahkan dapat sampai ke pencabutan izin. Ujungnya bisa sampai pidana,” kata Andono.

Ia menegaskan, kegiatan pengawasan industri atas emisi cerobong tidak akan berhenti kepada tiga perusahaan ini saja. Inspeksi tahun ini ditargetkan dilakukan kepada 90 perusahaan dari 114 kegiatan industri yang terindentifikasi memiliki cerobong buangan gas sisa.

“Kami mendata ada 1.150 cerobong gas buang industri di Jakarta. Kegiatan industri tersebut umumnya memiliki cerobong lebih dari satu unit,” katanya.

Komponen yang diawasi adalah pemenuhan ketentuan spesifikasi teknis cerobong, baku mutu udara keluaran, kewajiban melakukan pengukuran secara mandiri emisi setiap enam bulan oleh industri bekerjasama dengan laboratorium lingkungan hidup terakreditasi, dan kewajiban melaporkannya kepada Dinas Lingkungan Hidup.

Ia mengungkapkan, pengawasan kepatuhan industri terhadap ketentuan-ketentuan lingkungan hidup secara rutin telah dilakukan oleh petugas pengawas lingkungan hidup. “Masyarakat juga dapat membuat aduan atas dugaan pencemaran lingkungan oleh industri. Kami akan segera menindaklanjutinya,” katanya.

Pengawasan yang dilakukan pihaknya, kata Andono, tidak hanya terhadap kepatuhan pemenuhan baku mutu cerobong emisi gas buang saja, namun juga terhadap aspek persyaratan teknis lingkungan hidup lainnya, seperti tersedianya instalasi pengolahan air limbah domestik, tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), kepatuhan melaporkan kegiatan pengendalian lingkungan dan lain-lain.

“Sepanjang tahun 2019, kami telah menjatuhkan sanksi kepada 77 pelaku usaha yang terbukti tidak patuh atas ketentuan lingkungan. Jumlah ini jauh meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 18 pelaku,” kata Andono.

Aturan Diperketat

Menindaklanjuti Intruksi Gubernur No. 66/2019, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera membuat regulasi untuk memperketat persyaratan teknis terkait pengendalian pemcemaran udara dari sumber tidak bergerak. Di antaranya dengan mewajibkan cerobong industri besar dan berpotensi tinggi mencemari udara agar dilengkapi Continuous Emission Monitoring System (CEMS), yaitu sistem pemantauan lengkap yang dapat mengukur 5 parameter kualitas udara berupa CO, CO2, SO2, NOx, O2 dan partikulat secara terus-menerus.

Data tersebut, lanjut Andono, wajib diumumkan secara serta merta dan realtime melalui panel display digital di depan gerbang pabrik serta wajib dikoneksikan langsung ke Command Center Dinas Lingkungan Hidup, sehingga pengawasan pemerintah dapat lebih efektif dan masyarakat juga dapat memantaunya secara langsung.

"Pemanfaatan teknologi informasi akan membuat industri lebih patuh dalam memperbaiki kualitas udara," katanya.

Sedangkan untuk industri yang skalanya lebih kecil dan prosesnya tidak terus-menerus akan diwajibkan melaporkan hasil pemantauan mandiri yang berkerjasama dengan laboratorium lingkungan hidup terakreditasi setiap bulan ke Dinas Lingkungan Hidup.

“Data-data tersebut akan kami verifikasi dan umumkan kepada masyarakat melalui website Jakarta Smart City," sebut Andono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement