REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI), Slamet Riyadi mengecam rencana PT PLN (Persero) memotong karyawannya untuk mengganti rugi akibat mati listrik massal (blackout). Para pekerja yang tidak melakukan kesalahan apa-apa justru harus mendapatkan hukuman dengan adanya potongan upah.
"Namun yang luput dari perhatian, di balik setiap padamnya listrik, yang bekerja keras untuk memulihkan agar listrik kembali menyala adalah pekerja outsourcing PLN," ujar Slamet Riyadi saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (8/8).
Menurut Slamet, SPEE FSPMI sendiri memiliki ribuan anggota outsourcing PLN yang tersebar di 84 unit kerja di seluruh Indonesia. Kemudian para pekerja outsourcing PLN ini tersebar di semua wilayah di Indonesia. Sebagian besar dari mereka bekerja di pelayanan teknik serta bekerja keras untuk memulihkan jaringan ketika ada gangguan.
“Kalau Pak Jokowi bilang direksi pinter, justru yang secara teknis bekerja keras untuk memulihkan ketika listrik padam adalah pekerja PLN; yang ironisnya sebagian besar dari mereka berstatus outsourcing. Bahkan mereka mempertaruhkan nyawa untuk memastikan listrik kembali menyala,” kata Slamet.
Oleh karena itu, sudah selayaknya jika pemerintah memperhatikan nasib buruh outsourcing PLN dengan mengangkat mereka menjadi karyawan BUMN di PLN. Apalagi, lanjut Slamet, DPR RI pernah membuat rekomendasi agar pekerja outsourcing PLN diangkat menjadi karyawan tetap. Apalagi Jokowi sendiri semasa menjabat sebagai Gubernur DKI pernah membuat rekomendasi kepada pemerintah pusat untuk mengangkat pekerja outsourcing sebagai karyawan PLN.
"Seharusnya ketika saat ini sudah terpilih sebagai Presiden untuk yang kedua kalinya, rekomendasi itu bisa dengan mudah di eksekusi,” tegasnya.
Slamet melanjutkan, sistem outsourcing di PLN sudah mencederai amanat UUD 45 khususnya pasal 33. Karena, sambungnya, sistem outsourcing adalah bentuk tahapan privatisasi PLN, yang dampaknya bukan hanya merugikan pekerja outsourcing, tetapi juga merugikan rakyat.
"Blackout yang telah terjadi seharusnya menjadi pelajaran bagi rakyat dan negara bahwa kedaulatan energi Indonesia lemah. Pengelolaan energi harus dikembalikan sepenuhnya kepada negara, bukan sebagian diserahkan ke swasta," tutupnya.
PLN berencana menggunakan biaya operasional untuk menutupi besaran biaya kompensasi atas listrik padam dalam skala besar pada Ahad (4/8). Salah satunya, dengan efisiensi gaji karyawan.
Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Raharjo Abumanan mengatakan, pengurangan biaya operasional diperhitungkan tidak sampai mengurangi kesejahteraan dari pegawai. Menurut dia, dari 40 ribu pegawai PLN tidak akan berdampak secara signifikan bila dijalankan pengurangan biaya operasional tersebut.
PLN harus mengganti kompensasi atas pemadaman listrik yang melanda hampir sebagian besar Pulau Jawa pada Ahad (4/8) senilai Rp 839 miliar. "Iya, maka harus hemat lagi, nanti gaji pegawai dikurangi kira-kira begitu," kata Djoko.