Kamis 08 Aug 2019 07:16 WIB

Investigasi Listrik Padam Harus Menyeluruh

PLN wajib identifikasi kelompok konsumen yang terkena dampak blackout.

Foto udara suasana kompleks PT PLN (Persero) Pusat Pengatur Beban (P2B) Area Pengatur Beban (APB) Jateng-DIY di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (5/8/2019).
Foto: Antara/Aji Styawan
Foto udara suasana kompleks PT PLN (Persero) Pusat Pengatur Beban (P2B) Area Pengatur Beban (APB) Jateng-DIY di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (5/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden mati listrik massal pada 4-5 Agustus 2019 harus dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi total di sektor kelistrikan. Investigasi dinilai perlu dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya untuk mengungkap penyebab terjadinya gangguan sistem.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan, blackout yang sempat terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten merupakan momentum menguji komitmen pemerintah dan PLN terhadap perlindungan konsumen di Indonesia. "Apalagi, listrik merupakan komoditas strategis, vital, dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, listrik harus dikelola dengan sebaik-baiknya," kata Koordinator Advokasi BPKN Rizal E Halim, di Depok, Rabu (7/8).

Rizal berharap PLN memberikan kepastian hukum dalam hal perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999. Dia mengatakan, kerugian yang didapat konsumen tak cukup dipulihkan dengan memberikan kompensasi berupa pengurangan tagihan listrik.

"Kenyamanan, keamanan, keselamatan, ketenangan, dan lain sebagainya harus dirasakan konsumen sesuai amanat pasal 4-5 dalam UU tersebut," ujar dia menegaskan.

Rizal mendesak adanya respons cepat untuk memulihkan hak 22 juta konsumen yang terdampak pemadaman listrik. Pertama, pemulihan hak konsumen di luar dana kompensasi yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang tingkat mutu pelayanan dan biaya yang terkait dengan penyaluran tenaga listrik oleh PLN.

Kedua, kata dia, PLN wajib mengidentifikasi kelompok konsumen yang terkena dampak blackout, mencatat keluhannya, menganalisis akibat pemadaman, serta merespons secara bijak dengan mengedepankan asas keadilan. Ketiga, hindari pernyataan-pernyataan yang menimbulkan kegamangan di publik, termasuk istilah teknis tanpa penjelasan sederhana.

"Untuk jangka panjang, kita perlu mengevaluasi sistem kelistrikan nasional, model bisnisnya, tingkat penggunaan teknologinya, hingga pelayanan konsumen di lapangan," katanya.

Sejumlah pihak mulai dari PT PLN, kepolisian, hingga Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang melakukan proses investigasi atas insiden pemadaman listrik. Peneliti Auriga Nusantara Hendrik Siregar menilai proses investigasi tersebut sangat tidak efektif lantaran masing-masing institusi berjalan sendiri-sendiri.

"Investigasi idealnya cukup satu saja, tim independen yang punya kapasitas karena investigasi tidak hanya soal teknis," ujar Hendrik saat diskusi bertajuk "Gelapnya Tata Kelola Ketenagalistrikan Nasional," di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/8).

Akademisi Universitas Tarumanegara Ahmad Redi melontarkan saran serupa. Ia menilai pemerintah perlu membuat satu tim khusus yang menangani soal peristiwa pemadaman listrik secara terintegrasi. "Perlu satu tim yang melakukan pemulihan, pengendalian, hingga penegakan hukum. Pak Presiden harus bentuk tim investigasi," kata Redi.

Researcher Power System and Energy Management Specialist Institute for Essential Services Reform (IESR) Agus Tampubolon berharap proses investigasi tidak dilakukan untuk kriminalisasi, tetapi upaya perbaikan sistem kelistrikan PLN ke depan. "Jangan sampai hanya gara-gara gangguan kecil, sistem Jawa-Bali lumpuh. Penyebabnya apa dan apa langkah perbaikan ke depan," ucap Agus.

Agus menyarankan proses investigasi harus melibatkan PLN yang mengerti secara teknis terkait sistem kelistrikan yang kemarin mengalami gangguan. Selain itu, perlu ada ahli dari luar PLN yang masuk dalam tim investigasi agar memberikan pandangan yang lebih independen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement