Kamis 08 Aug 2019 05:54 WIB

Tekad Enzo Masuk TNI dan Isu Jadi Simpatisan HTI

Video perbincangan Enzo Zens Ellie dengan Panglima TNI viral di media sosial.

Enzo Zens Ellie (18) keturunan Perancis saat menjadi santri di Pesantren Al Bayan, Anyer, Serang.  Santri yang bercita-cita menjadi TNI sejak kecil ini akhirnya lolos dalam seleksi masuk Akademi Militer (Akmil) Magelang.
Foto: Humas Pesantren Al Bayan
Enzo Zens Ellie (18) keturunan Perancis saat menjadi santri di Pesantren Al Bayan, Anyer, Serang. Santri yang bercita-cita menjadi TNI sejak kecil ini akhirnya lolos dalam seleksi masuk Akademi Militer (Akmil) Magelang.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Alkhaledi Kurnialam, Ronggo Astungkoro

Nama Enzo Zens Ellie (18) tengah menjadi sorotan publik saat perbincangan dirinya dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dengan menggunakan bahasa asing viral di banyak media. Diketahui perbincangan itu terjadi kala Panglima memanggil Enzo saat ujian akhir memasuki Akademi Militer (Akmil), Magelang.

Enzo lahir di Bandung pada 2001 silam, merupakan keturunan Perancis dari darah ayahnya yang berwarga negara negeri di mana Menara Eiffel berada. Sementara, ibunya warga negara Indonesia yang berasal dari Sumatera Utara.

Menghabiskan masa kecilnya di Prancis hingga jenjang Pendidikan Dasar, Enzo dibawa pulang ke Indonesia oleh Ibunya setelah ayahnya meninggal pada 2012. Di Indonesia ia hidup bersama Ibunya saat masuk jenjang pemdidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan selanjutnya mengikuti pendidikan menengah atas di Pesantren Al Bayan, Anyer pada tahun 2016 hingga lulus pada 2019.

Niat Enzo untuk masuk TNI sebenarnya sudah diperlihatkan sejak dirinya masuk pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Namun, ketika masuk jenjang SMA dan telah resmi berwarga negara Indonesia tekadnya semakin menjadi.

Dikisahkan Kepala Sekolah Pesantren Al Bayan, Deden Ramdani, Enzo bahkan sempat berkata kepadanya kalau keinginannya menjadi tentara di Indonesia. Karena sesuai dengan agama yang dia anut, yaitu Islam dan Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia.

"Pernah hati saya tergerak mendengar dia bilang ke saya, kalau ingin menjadi tentara yang soleh, waktu itu dia kelas 11. Wah saya terharu masih umur segini tapi keinginannya luar biasa," jelas Deden Roheni, Rabu (7/8).

Tekadnya menjadi tentara di Indonesia, menurut Deden diperlihatkan dengan meminta izin khusus untuk latihan fisik sebagai upaya persiapan memasuki Akmil, sebanyak tiga kali dalam sepekan. Latihan fisik seperti olahraga lari diberikan pesantren yang biasanya dilakukan di pantai yang jaraknya sekitar 200 meter, dengan dibimbing oleh guru latihan fisik juga yang disediakan pesantren.

"Saya bilang ke dia, kalau kami izinkan permintaan tersebut demgan syarat ketika waktu masuk waktu Shalat Maghrib tidak boleh sampai ketinggalan. Dan ternyata dia menepati syarat itu, kan kita ada buku catatan pelanggaran Masbuq. Catatan dia itu bagus," jelasnya.

Di bidang latihan fisik Enzo, menurutnya, memang paling menonjol ketika di pesantren, kemampuannya bahkan menjadi panutan bagi santri lain dalam bidang prestasi. Berbagai prestasi didapatkan Enzo saat menjadi santri di pesantren, di antaranya adalah kejuaraan lari tingkat kabupaten yang sudah dimenangkan hingga dua kali, juga kejuaraan renang hingga tingkat Provinsi Banten yang juga berahasil mengharumkan nama pesantren.

Hobinya dalam olahraga memanah, bahkan saat ini telah resmi dijadikan ekstrakurikuler pesantren padahal sebelumnya belum diadakan. Kemampuan Enzo dalam olahraga dijelaskan Deden menjadi penggerak santri lain dalam meraih prestasi.

Kemampuannya dalam keagamaan juga terbilang menonjol, Enzo dijelaskan sangat baik dalam hal retorika pidato yang biasanya dilakukan dengan bahasa asing. Kemahirannya dalam bahasa Prancis juga seringkali ditularkan kepada santri lain.

Keseharian Enzo juga dinilai positif oleh Deden. Kebiasaannya shaum sunnah Senin-Kamis hingga shaum Daud diketahui oleh dewan guru. Kebiasaannya untuk shalat malam dengan shalat tahajud juga dikenang Deden selama tiga tahun Enzo bersekolah di pesantren.

"Kita memang ada kebiasaan untuk shaum sunnah Senin-Kamis sampai shaum Daud. Enzo itu setahu saya mendawamkan shaum-shaum tadi. Waktu masuk shalat subuh juga yang saya tahu dia itu yang paling cepat bangun shubuh, jadi sebelum santri lain bangun dia sudah bangun," terangnya.

Dalam hal pelajaran agama, menurut Deden, Enzo menggemari mata pelajaran 'Sirah' atau sejarah islam. Gemarnya Enzo pada pelajaran ini bahkan dijadikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang dia tulis tentang peperangan di masa lalu.

Deden berharap agar anak didiknya terus istiqamah dalam ktivitas kebaikan yang sudah dibiasakan di Pesantren. Dirinya mengaku bangga dengan capaian Enzo yanv sudah mewujudkan cita-cita yang lama diidamkan.

Meski begitu, dirinya kecewa dengan kabar bahwa Enzo dikaitkan dengan isu paham radikal. Deden mengklaim bahwa kebiasaan Enzo selama di pesantren sama sekali tidak menunjukkan dirinya terpapar paham radikal, justru keinginannya untuk masuk TNI, karena kecintaannya pada negeri ini.

"Kecintaan Enzo pada Indonesia ini bisa dilihat dari keinhinannya menjadi TNI sejak kecil dan upaya panjang yang sudah dia lakukan selama ini. Kita di Pesantren juga aliran kita jelas ahlul sunnah wal jamaa'ah. Jadi jangan ragukan itu. Setiap tahun anak-anak kita dipercaya jadi anggota Paskibra sampai tingkat kecamatan, masak ada tuduhan seperti itu," terang Deden.

Institusi pendidikanya, dikatakan Deden fokus pada mencetak pemimpin yang harapannya selain punya kualitas kepemimpinan, juga menjadi pribadi yang soleh dan taat agama. Kenangan positif juga dijelaskan guru Bahasa Indonesia Enzo, Yudi (27) yang ketika masuk Pesantren menjadi guru privat Enzo dalam hal kemampuan Bahasa Indonesia.

Menurutnya, saat masuk pesantren, kemampuan Bahasa Indonesia Enzo masih bamyak kekurangan, namun karena muridnya ini termasuk seorang yang giat, hanya dengan waktu terbolong singkat kemampuan bahasanya membaik. "Dia itu tekun belajarnya, jadi tidak perlu waktu lama mengajari Enzo," kenangnya.

Respons TNI

Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Sisriadi, mengatakan, pihaknya tengah mendalami informasi yang menyebutkan Enzo Zenz Allie merupakan simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sisriadi menyebutkan, tanpa adanya isu tersebut, TNI sudah dan terus melakukan penelusuran mental dan ideologi seluruh peserta didik selama mengikuti pendidikan di Akademi Militer (Akmil).

"Kami TNI sudah mendalami khusus yang ini, khusus masalah ini," ujar Sisriadi saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (7/8).

Dia mengatakan, dalam melakukan perekrutan dan proses mengikuti pendidikan di Akmil, TNI melakukan penelusuran mental dan ideologi. Itu berlaku terhadap seluruh peserta didik, bukan hanya Enzo. Itu dilakukan karena adanya kemungkinan peserta didik yang tidak tersaring dari sisi mental dan ideologinya pada tahap perekrutan.

"Karena di dalam sistem perekrutan waktunya terbatas, sehingga ada kemungkinanlah orang-orang bisa lolos. Tapi, bisa jadi itu menjadi fitnah juga bisa terjadi kan," terangnya.

Ia berkata demikian, karena melihat adanya masalah serupa di dalam perekrutan beberapa tahun yang lalu. Menurut Sisriadi, penyaringan mental dan ideologi dilakukan dengan tujuan agar prajurit-prajurit TNI bersih dari ideologi non-Pancasila.

"Intinya itu. Jadi tidak hanya radikal kanan, radikal kiri juga masih tetap walaupun orang bilang tidak ada PKI, tetap kita saring. Supaya tidak ada prajurit apalagi perwira yang memiliki ideologi lain selain Pancasila," kata dia.

Sebelumnya, Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, menilai sosok Enzo memenuhi syarat untuk menjadi prajurit TNI. Enzo dinilai memenuhi syarat baik dari secara fisik maupun psikologi.

"Ya dilihat dari seleksinya memenuhi syarat, yang viral itu pull up-nya, larinya, ya itu dihitung semua secara fisik kemudian psikologinya semuanya memenuhi syarat," kata Hadi Tjahjanto di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (6/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement