REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menilai, arah kerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini tidak memiliki pedoman yang jelas. Ketidakjelasan itu membuat masing-masing badan usaha tidak fokus dalam menjalankan bisnis secara berkelanjutan.
Anggota Komisi VI Fraksi Gerindra, Abdul Wachid, menilai banyaknya masalah yang dialami BUMN saat dari berbagai bidang saat ini cukup memprihatinkan. Pemerintah dinilai gagal dalam memfasilitasi badan usaha untuk meningkatkan kualitas kerja.
Abdul menilai, salah satu ketidakjelasan arah kerja terlihat dari praktik pergantian direksi yang sering dilakukan. Masa kerja yang penuh ketidakpastian membuat perseroan tidak bisa menyusun kerja jangka panjang secara tepat.
"Masa kerja mereka tidak jelas. Bisa sewaktu-waktu diganti jadi mereka bikin program jangka pendek saja, hanya kerja tanpa dasar. Akhirnya jadi hancur begini," kata Abdul saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (7/8).
Ia menekankan, masa jabatan pimpinan BUMN sangat menentukan kondusivitas kinerja. Masa kerja yang tidak ada kejelasan membuat para pimpinan perusahaan memiliki kepentingan politik yang berujung pada lemahnya kualitas proses bisnis masing-masing perseroan. Di satu sisi, kontrol dari Kementerian BUMN tidak kuat.
Seperti diketahui, masalah BUMN teranyar terkait padamnya listrik PLN di wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Banten pada Ahad (4/8). Pertamina juga tengah menghadapi masalah kasus tumpahan minyak di Pantai Utara Karawang, Jawa Barat. Selain itu, masalah kompleks di sektor transportasi udara juga terjadi seperti yang dialami Garuda Indonesia. Belum lagi soal Krakatau Steel sebagai produsen besi dan baja yang terus-terusan merugi.
"BUMN beda dengan swasta. Swasta bekerja sendiri mencari pendanaan. BUMN dapat penyertaan modal negara, tapi mereka tidak bisa kerja dengan baik," ujarnya.
Anggota Komisi VI Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir mengatakan, masalah yang dialami beberapa BUMN akhir-akhir ini cukup beragam. Salah satu persoalan yang kerap terjadi terkait kecelakaan kerja seperti yang dialami Pertamina dan PLN.
"Kecelakaan kerja karena perawatan yang dilakukan pekerja sendiri tidak profesional dan fokus," ujarnya.