REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol Hadi Utomo, geram. Pasalnya, masih banyak pengelola penginapan DIY yang tidak memasang CCTV atau sudah memasang tapi berkualitas sangat jelek.
Ia menekankan, kondisi itu akan mempersulit kepolisian kalau suatu saat terjadi tindak kejahatan. Walaupun, modus-modus yang digunakan pelaku kejahatan di penginapan-penginapan relatif sama.
"Kita berpesan kepada pengelola hotel, pengelola wisma, baik bintang satu sampai bintang lima, mohon agar sediakan CCTV untuk pemantauan tamu," kata Hadi, di Lobi Dirkrimum Polda DIY, Selasa (6/8).
Hadi menegaskan, pemasangan CCTV itu demi kepentingan penginapan-penginapan itu sendiri. Selain itu, ia berharap, CCTV-CCTV tidak asal dipasang tapi ternyata memiliki kualitas yang jelek.
Untuk itu, ia meminta selain kemauan memasang, harus diperhatikan pemilihan CCTV yang akan dipasang. Jangan sampai, pemasangan cuma dilakukan secara formalitas tapi kualitas pikselnya rendah.
Bukan sekadar gaya-gaya, Hadi mengingatkan, kualitas CCTV baik dapat mempermudah proses penyelidikan tindak kejahatan. Sebab, selama ini ada pula CCTV-CCTV yang ternyata memiliki gambar yang kurang baik.
"Jangan asal dipasang, pikselnya harus agak besar supaya wajah tidak buram, sebab kalau ada tamu-tamu kemalingan susah," ujar Hadi, yang mengimbau CCTV yang dipasang memberi gambaran wajah yang jelas.
Hadi mengingatkan, jika tanpa CCTV, polisi sulit pula mencari orang-orang lain di sekitar TKP untuk menjadi saksi. Akhirnya, penyelidikan tidak menjadi lebih mudah.
Polda DIY sendiri, dibantu Polsek Depok Timur, baru saja menangkap pelaku-pelaku kasus pencurian berat di Grand Quality Hotel, Sleman. Modusnya, lagi-lagi mengambil barang tamu ketika sarapan.
Pencurian terjadi pada Ahad (7/7) lalu sekitar pukul 08.05 pagi, tepat ketika korban masuk ke ruang makan. Usai memilih tempat duduk, korban menaruh dua tas miliknya di lantai samping kursi.
"Saat mengambil menu makanan, tas ditinggal, pelaku mengambil tas itu seakan-akan tas miliknya dengan santai," kata Hadi.
Bagi Hadi, modus-modus serupa sudah sangat sering digunakan para pelaku pencurian di penginapan-penginapan. Setelah itu, korban memberitahu petugas keamanan dan melapor ke Polsek Depok Timur.
Atas kejadian itu, korban mengalami kerugian sekitar tujuh juta rupiah. Setelah diselidiki, pelaku ternyata masuk ke ruang makan dengan berpura-pura akan makan dan berputar mencari tempat duduk.
Selang kurang satu bulan selanjutnya, pada Sabtu (4/8) Unit Reskrim Polsek Depok Timur melakukan penangkapan terhadap empat pelaku. Mereka ditangkap di Hotel Bromo Sakti, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dari keterangan pelaku, diketahui mereka membagi tugas-tugas seperti pengintai dan pelaksana. Jadi, da pelaku-pelaku yang datang dulu melihat kondisi, lalu mengabarkan pelaku-pelaku lain untuk beraksi.
"Dan mereka ini pemain watak, setelah mengambil itu tidak lari-lari kecil, santai, dan rata-rata tas yang diincar rata-rata bermerk, walaupun spekulatif saja soal isi tas," ujar Hadi.
Keempat pelaku terdiri dari K (29) asal Lampung, Ks (30) asal Palembang, Jhn (30) asal Bekasi, dan H (52) asal Bali. Mereka ditahan di rutan Polsek Depok Timur sejak 4 Agustus 2019.
Salah satu pelaku, K mengungkapkan, memang acak-acak saja memilih calon korbannya. K yang mendapat luka tembak di kaki kiri mengaku penentuan dilakukan jika sudah ada korban yang lengah. "Kalau tasnya ditinggal langsung diambil," kata Kamil.
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yulianto menambahkan, tindakan tegas memang terpaksa diambil karena pelaku mencoba kabur ketika ditangkap. Sejumlah barang bukti diamankan dari keempat pelaku.
Ada tas hitam hasil kejahatan dan satu unit bernopol B 1030 KYO. Terhadap keempat tersangka dikenakan pasal 363 ayat 1 ke 3,4 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
"Pelaku sudah melancarkan aksinya ke beberapa hotel tidak cuma di Yogyakarta, tapi di luar Yogyakarta dan Jakarta," ujar Yulianto.