Selasa 06 Aug 2019 14:51 WIB

KIK sebut Kritik Gerindra Soal Listrik Bagian dari Demokrasi

Kritik yang dilontarkan oleh Gerindra tak patut dikaitkan dengan lobi-lobi koalisi.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Seorang guru tengah memeriksa tugas muridnya di dalam ruang kelas yang gelap akibat padamnya aliran listrik di MTs Annajah, Jalan Ciledug Raya, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Seorang guru tengah memeriksa tugas muridnya di dalam ruang kelas yang gelap akibat padamnya aliran listrik di MTs Annajah, Jalan Ciledug Raya, Jakarta, Senin (5/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah politikus Gerindra melontarkan kritik keras pada pemerintah terkait kasus listrik padam selama beberapa waktu ini. Namun, partai-partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK) memandang kritik yang dilontarkan Gerindra tak patut dikaitkan dengan lobi-lobi koalisi di pemerintahan 2019 - 2024.

Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, kritik adalah bagian dari demokrasi yang sehat. Ia pun menilai, kritik yang dilontarkan oleh legislator Gerindra terkait padamnya arus listrik adalah hal yang wajar.

Baca Juga

"Jangan campur adukkan peran kritis dewan dengan lobi-lobi terkait koalisi atau manajemen politik gotong royong," kata Hendrawan Supratikno saat dihubungi, Selasa (6/8).

Dalam kasus PLN dan padam listrik, kata Hendrawan, PDIP juga memberi kritik terhadap manajemen BUMN yang tidak memiliki rencana darurat atau contingency plan bila terjadi  gangguan terhadap sistem listrik yg begitu vital bagi negara.

Karena itu, kata Hendrawan, kritik Gerindra soal kasus tersebut tak boleh dikaitkan dengan lobi-lobi politik menjelang pemerintahan 2019-2024, terlepas dari konten kritik itu sendiri.

photo
Hendrawan Supratikno (Republika)

Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani. Ia menilai, kritik yang dilontarkan oleh legislator Gerindra adalah hal yang wajar.

"Kalau di lembaga legislatif mengkritisi pemerintah itu sebetulnya hal yang wajar saja. Jangankan yang di luar, yang di kalangan pemerintahan boleh kok," ujar Arsul di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (6/8).

Namun, Arsul mengakui, kritik yang dilontarkan kadang kurang tepat sasaran. Arsul mencontohkan pernyataan Poltikus Gerindra Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang terlalu berlebihan dalam mengkritik kasus padam listrik di sejumlah daerah.

"Dia membingkai kritiknya dalam bingkai besar, yang lebay menurut saya," kata Arsul.

Arsul menambahkan, kritik tidaklah suatu masalah. Namun, bila 'gaya' kritik yang disampaikan masih seperti yang disampaikan Fadli Zon, menurut Arsul, koalisi akan merasa tidak perlu memasukkan anggota baru.

"Kalau ingin masuk koalisi pemerintahan, apakah mengkritisi, seperti itu tadi itu kan pas atau tidak. Karena kalau bagi kami, yang di koalisi Indonesia kerja tidak pas dong, karena menjadikan chemistry yang ada di dalam dan baru datang itu akan berbeda," ujar Anggota Komisi III DPR RI itu.

Sebelumnya, Fadli Zon menyebut, kejadian listrik padam semakin menunjukkan bahwa negara sedang dijalankan oleh pemerintahan yang tidak tepat. "Saya kira apa yg terjadi kemarin mati listrik tanpa peringatan tanpa penberitahuan dan tanpa penjelasan sebelumnya, ini merupakan ciri-ciri dari sebuah negara yg salah urus," ujarnya, Senin (5/8).

Ia pun menuntut adanya orang yang bertanggung jawab dengan pemadaman yang terjadi. Sebab, pemadaman itu menimbulkan kerugian yang besar di masyarakat.

"Saya kira ini adalah satu peristiwa yg tidak bisa dianggap kecil. Karena itu harus ada yang bertanggung jawab, tidak bisa dianggap angin lalu saja," ujar Fadli.

photo
Wakil ketua DPR Fadli Zon (Republika/Farah)

Selain Fadli, Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu yang juga Politikus Gerindra menyatakan, menteri ESDM dan BUMN adalah pihak paling bersalah dalam padamnya listrik PLN di sejumlah daerah. Ia menilai wajar bila kedua menteri patut diganti.

"Ini tanggang jawab Meneg BUMN dan Men ESDM. Menterinya aja sekalian diganti. Lagian kan Presiden akan lanjut, beliau bisa ganti menteri yang tidak Perform," kata Gus Irawan dalam pesan tertulisnya, Senin (5/8).

Penggantian Menteri BUMN (Rini Soemarno) dan ESDM (Ignasius Jonan) kata Irawan perlu agar program mencapai visi, misi yang dijanjikan dalam masa kampanye. Penggantian itu bahkan dinilainya bisa segera dijalankan tanpa harus menunggu periode berjalan berakhir.

Irawan menilai, persoalan mati lampu ini serius hingga presiden menaruh perhatian hingga mendatangi direktur PLN. Ia mengaku khawatir, tidak adanya Dirut defenitif PLN membuat tidak ada yang berani mengambil inisiatif di PLN.

"Jadi bila ada pandangan Dirut PLN dipecat, pantas aja. Masalahnya Dirutnya gak ada, dan kekosongan ini seolah dibiarkan bahkan Pltnya pun sebentar-sebentar diganti," ujar Irawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement