Selasa 06 Aug 2019 08:51 WIB

Mogok Massal Kacaukan Transportasi Hong Kong

Polisi dapat kecaman karena perlakuan keras terhadap para pengunjuk rasa.

Pengunjuk rasa di stasiun kereta bawah tanah menuju kantor polisi di Hong Kong, Ahad (4/8).
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Pengunjuk rasa di stasiun kereta bawah tanah menuju kantor polisi di Hong Kong, Ahad (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Aksi mogok massal melumpuhkan transportasi umum di Hong Kong, Senin (5/8). Aksi ini menyebabkan 200 jadwal penerbangan dibatalkan. Sekurangnya 420 orang ditahan, lalu 1.000 tembakan gas air mata dan 160 peluru karet ditembakkan sejak aksi 9 Juni lalu.

Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam berbicara kepada media untuk pertama kalinya sejak aksi protes yang terjadi berturut-turut selama dua pekan. Lam memperingatkan, aksi protes maupun aksi mogok massal merupakan tantangan bagi kedaulatan Cina dan mendorong Hong Kong ke dalam situasi yang berbahaya.

Aksi ini telah membuat perekonomian Hong Kong yang dikenal sebagai pusat keuangan Asia menjadi carut-marut. "Mereka mengklaim bahwa mereka menginginkan revolusi, dan untuk memulihkan Hong Kong, tindakan ini telah jauh melampaui tuntutan politik awal mereka," ujar Lam.

Dalam konferensi pers pertamanya sejak 22 Juli, Lam mengatakan, aksi protes tersebut merupakan tindakan ilegal yang dapat menghancurkan stabilitas dan kemakmuran Hong Kong. Dia juga menyebut aksi itu dapat membuat Hong Kong terjerembap dalam situasi yang sangat berbahaya.

"Tindakan ilegal ini menantang kedaulatan negara kita dan membahayakan 'satu sistem, dua negara', akan menghancurkan stabilitas dan kemakmuran Hong Kong. Aksi ini mendodong kota kita, kota yang kita semua cintai ke ambang situasi yang sangat berbahaya," kata Lam.

Lam juga menyatakan tidak berniat mengundurkan diri dari jabatannya. Sebagai kepala eksekutif di Hong Kong, Lam adalah perpanjangan tangan pemerintahan Cina daratan di Hong Kong. "Saya tidak berpikir pada titik waktu ini, (perihal) pengunduran diri saya atau rekan-rekan saya dapat (membantu situasi)," kata dia, dilansir dari laman Channel News Asia, Senin.

"Hong Kong menghargai kebebasan, yang meliputi kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, kebebasan perwakilan media, kami menghargai ungkapan itu dan kami akan mendengarkan (tetapi) krisis di depan kami bukan tentang aspirasi atau RUU, tetapi adalah tentang keamanan dan hukum dan ketertiban Hong Kong," ucap Lam.

Kepala eksekutif juga membela tindakan kepolisian kota, yang telah mendapat kecaman keras dalam beberapa pekan terakhir. Polisi mendapatkan kecaman karena perlakuan yang keras terhadap para pengunjuk rasa. "Kepolisian ada di sana melindungi hukum dan ketertiban Hong Kong dan memastikan keamanan kota yang berkelanjutan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement