REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VII DPR RI berencana untuk memanggil jajaran direksi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menjelaskan penyebab terjadinya pemadaman listrik di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, dan Banten. Pemanggilan tersebut merupakan respons dari DPR yang menilai peristiwa kemarin bersifat darurat.
"Komisi VII mengundang direksi PLN, karena posisi sekarang masih reses, jadi perwakilan pimpinan (PLN) yang di Jakarta diharapkan untuk hadir," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Ridwan Hisjam di Jakarta, Senin (5/8).
Ia menilai, kinerja PLN memang tidak baik dalam beberapa bulan ini. Khususnya, saat Mantan Direktur PLN Sofyan Basir yang terjerat kasus suap.
Selain itu, PLN juga dinilai tak berani untuk segera mengeksekusi sejumlah program yang sebelumnya sudah direncanakan. Ridwan menduga, hal itulah yang menjadi salah satu sebab terjadinya pemadaman listrik kemarin.
"Kalau rapat dengan Komisi VII DPR saling lempar-melempar, tidak ada yang berani ambil keputusan. Inilah akibatnya jaringan seharusnya sudah dikerjakan, tapi tidak ada yang berani mengerjakan," ujar Ridwan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno juga diimbau untuk segera mengganti direksi PLN. Politikus Partai Golkar itu menilai, jajaran direksi instansi tersebut saat ini tidak kompeten.
"Saya lihat tidak ada yang punya background menguasai jaringan transmisi, (Menteri BUMN) sekarang harus melakukan perombakan secara total dan mengangkat orang yang sesuai," ujar Ridwan.
Pelaksana Tugas Direktur Utama (Plt Dirut) PT PLN (Persero), Sripeni Inten Cahyani, menyampaikan permohonan maafnya atas nama perusahaan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam inspeksinya ke Kantor Pusat PLN, Senin (5/8) pagi, Presiden memang sempat menegur PLN dan mempertanyakan sistem cadangan yang tidak berjalan optimal saat insiden putusnya transmisi pada Ahad (4/8).
Kepada Presiden, Sripeni sempat menjelaskan kronologi kejadian padamnya listrik kemarin. Sederhananya, pasokan listrik sebetulnya bisa diterima Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Banten untuk kemudian memasok kebutuhan listrik di Jawa Barat dan Banten dengan kapasitas 2.800 MW. Sayangnya, lambatnya sistem membuat aliran listrik dari Unit Pembangkitan (UP) Saguling di Jawa Barat membuat mekanisme di PLTU Suralaya terlanjur 'dingin'.
Artinya, butuh waktu lebih lama bagi PLTU Suralaya untuk kembali pulih untuk mengalirkan listrik. Transmisi listrik dari UP Saguling dialirkan ke PLTU Suralaya melalui Cibinong, Depok, Gandul, dan Balaraja.
"Sedikit demi sedikit, kami memang mohon maaf Pak prosesnya lambat kami akui," ujar Sripeni.