Sabtu 03 Aug 2019 07:16 WIB

Perempuan Saudi Kini Semakin Bebas Bergerak

Perempuan juga berhak untuk mendaftarkan kelahiran anak, perkawinan, atau perceraian.

Suhailah, sopir taksi perempuan pertama Saudi tengah bekerja melayani penumpang.
Foto: Reuters/Aljazeera.net
Suhailah, sopir taksi perempuan pertama Saudi tengah bekerja melayani penumpang.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Perempuan dewasa di Arab Saudi tak lagi membutuhkan izin dari wali laki-laki untuk melancong atau membuat paspor. Regulasi terdahulu yang mengatur hal itu telah diamendemen melalui dekrit yang diteken Raja Salman bin Abdulaziz, beberapa hari lalu.

Arab News melaporkan pada Jumat (2/8), dekrit baru itu ditandatangani pada 29 Juli 2019. Dokumen dekrit tersebut secara tegas mengatur hak seluruh warga Saudi memperoleh paspor dan membatasi perlunya izin wali untuk mereka yang di bawah umur saja.

Dekrit itu juga ditulis dalam kata-kata yang netral secara gender. Artinya, tak ada lagi kekhususan bagi perempuan dalam dokumen itu. Menurut Arab News, dekrit itu dikeluarkan seturut semangat Visi Saudi 2030 yang dianggap tak mungkin tercapai tanpa pemenuhan hak-hak perempuan.

Dalam dekrit terbaru itu, diatur bahwa paspor Saudi harus dikeluarkan untuk setiap warga negara yang mengajukan permohonan. Selain itu, setiap orang di atas usia 21 tidak perlu izin untuk bepergian. Bagian lain dari sistem yang sejauh ini berlaku masih tetap utuh. Di antaranya, perempuan masih membutuhkan izin dari kerabat pria untuk menikah atau hidup sendiri.

Amendemen terhadap peraturan juga memberikan perempuan untuk pertama kalinya hak untuk mendaftarkan kelahiran anak, perkawinan, atau perceraian. Perempuan juga, jika memenuhi syarat, bisa menjadi wali bagi anak-anak yang masih di bawah umur.

Di samping itu, dekrit terbaru juga mencakup peraturan ketenagakerjaan yang akan memperluas kesempatan kerja bagi perempuan, mewakili sebagian besar warga Saudi yang menganggur. Kerajaan menetapkan semua warga negara memiliki hak untuk bekerja tanpa menghadapi diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, kecacatan, atau usia.

Duta Besar Saudi untuk Amerika Serikat Putri Reema binti Bandar mengatakan, ia dengan senang hati mengonfirmasi keluarnya dekrit tersebut. "Amendemen itu dirancang untuk mengangkat status perempuan Saudi di masyarakat, termasuk memberikan merek hak mengajukan paspor dan bepergian secara mandiri," kata dia dalam rangkaian cicitan di akun Twitter resminya, kemarin.

Putri Reema menambahkan, keluarnya dekrit tersebut merupakan tonggak sejarah Saudi. "Regulasi baru ini memungkinkan kesetaraan bagi perempuan dalam masyarakat kami. Ia pendekatan menyeluruh pada kesetaraan gender yang tak diragukan akan memicu perubahan bagi perempuan Saudi," kata dia.

Persoalan ini sedianya telah dibahas Dewan Syura Saudi sejak beberapa waktu lalu. Dr Eqbal Darandari, salah seorang anggota dewan kerap menyampaikan soal perlunya mencabut kewajiban izin dari wali lelaki bagi perempuan Saudi yang hendak bepergian.

Menurut dia, anggota dewan merasa keputusan terbaru ini adalah langkah tepat, seperti diizinkannya perempuan mengemudi beberapa waktu lalu. "Saya pro keadilan dan banyak sekali ketidakadilan terhadap perempuan karena tradisi yang disalahartikan, juga pandangan keagamaan yang sempit. Hal itu menempatkan perempuan pada posisi berbahaya," kata Darandari kepada Arab News.

Seorang influencer Saudi terkemuka dan mantan pembawa acara talkshow, Muna Abu Sulaiman, bersama ribuan wanita Saudi merayakan keluarnya dekrit kemarin sebagai era baru. "Satu generasi yang tumbuh bebas dan setara dengan saudara-saudaranya," kata dia, merujuk pada kebebasan untuk bepergian.

Sebuah tagar yang menyerukan pernikahan tanpa persetujuan wali merupakan salah satu tren teratas, bersama dengan tagar berterima kasih kepada putra mahkota, dan satu lagi menggembar-gemborkan aturan perjalanan baru.

"Muhammad bin Salman telah mendedikasikan dirinya untuk memperbaiki apa yang dipatahkan para ekstremis. Ini bukan tentang keterbukaan seperti yang disebut beberapa orang. Ini tentang hak yang sama untuk semua," kata seorang bernama Wael melalui Twitter.

Banyak warga negara tetap waspada terhadap laju perubahan yang cepat. "Kami adalah komunitas Muslim, bukan komunitas Barat. Semoga Tuhan menjaga anak-anak perempuan kami aman dari segala kejahatan," kata Sarah, seorang wanita Saudi berusia akhir 40-an yang menolak untuk memberikan nama keluarganya.

"Bayangkan jika anak perempuan Anda tumbuh dewasa dan meninggalkan Anda dan tidak kembali. Apakah Anda bahagia?" ujar Sarah.

Riyadh telah lama mendapati kecaman internasional atas status perempuan. Kelompok hak asasi menyatakan perempuan sering diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, di bawah peraturan yang mengharuskan mereka untuk mendapatkan persetujuan dari wali laki-laki pada keputusan penting sepanjang hidup mereka.

photo
Seorang perempuan Saudi menunjukkan kartu izin mengemudi di Saudi Driving School, Princess Nora University, Arab Saudi. Perempuan Saudi kini bisa mengemudi. (ilustrasi)

Putra Mahkota Muhammad bin Salman sebelumnya telah melonggarkan pembatasan sosial. Di antaranya mencabut larangan mengemudi bagi perempuan tahun lalu, bagian dari upaya untuk membuka kerajaan Muslim yang konservatif dan mengubah ekonomi.

Kendati demikian, upaya keterbukaan itu ternodai pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tahun lalu di tangan agen-agen Saudi yang menimbulkan protes global. Negara tersebut juga dikritik secara luas atas penangkapan dan dugaan penyiksaan terhadap hampir belasan aktivis perempuan.

Arab Saudi berada di peringkat 141 dari 149 negara pada 2018 Global Gender Gap, sebuah studi World Economic Forum tentang bagaimana perempuan berperan dalam partisipasi ekonomi dan politik, kesehatan, dan pendidikan. n  rossi handayani/reuters ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement