REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai ponsel ilegal yang dibeli melalui pasar gelap atau black market (BM) tidak memenuhi standar barang dan jasa menurut undang-undang yang berlaku. Artinya, ponsel itu tidak memiliki perlindungan hukum kepada para penggunanya.
"Ketika kita menggunakan barang atau jasa, produk itu semestinya memenuhi standar perundangan yang berlaku. Kalau ponsel BM, tidak tunduk pada peraturan," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat diskusi "Membedah Potensi Kerugian Konsumen, Industri, Negara Akibat Ponsel Black Market dan Solusinya" di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Jumat.
Salah satu aturan mengenai produk yang tidak habis dipakai dalam waktu minimal satu tahun adalah produsen harus menyediakan layanan purna-jual. Ponsel ilegal umumnya dijual dengan garansi toko, menurut YLKI, sehingga tidak cukup untuk menjamin perlindungan bagi konsumen.
"Ponsel BM tidak punya perlindungan konsumen yang kuat," kata Tulus.
YLKI khawatir ponsel yang dijual secara ilegal merupakan produk reject atau barang yang kondisinya tidak prima. Bahkan, ponsel rakitan dari barang-barang yang sudah rusak.
Pemerintah sedang menggodok regulasi guna penerapan aturan International Mobile Equipment Identity (IMEI) demi memberantas peredaran ponsel ilegal. Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian akan menandatangani aturan tentang IMEI pada Agustus.
Implementasi aturan tersebut diusulkan berlaku mulai enam bulan setelah aturan ditandatangani.