Jumat 02 Aug 2019 04:50 WIB

BPNT Dorong Perempuan Aktif Cegah Radikalisasi

Dorongan ini sehubungan tren radikalisasi yang menyasar perempuan dan anak-anak.

Ilustrasi perempuan
Foto: republika
Ilustrasi perempuan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendorong perempuan untuk aktif sebagai agen perdamaian di dunia nyata maupun di dunia maya. Dorongan ini sehubungan tren radikalisasi yang menyasar perempuan dan anak-anak.

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli mengatakan kalangan perempuan hendaknya secara aktif memberikan pencerahan dan pendidikan baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat secara luas. "Keterlibatan perempuan mempunyai peran strategis karena menjadi tumpuan pendidikan anak di keluarga maupun melalui komunitas perkumpulan perempuan," kata Hamli dalam kegiatan yang digelar oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DKI Jakarta di Jakarta, Kamis (1/8).

Baca Juga

Menurut dia, banyaknya anggota laki-laki ISIS yang tewas di Suriah mendorong kelompok itu mengerahkan perempuan dan anak-anak menjadi teroris. Kecenderungan ini pun turut menyebar ke seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.

"Semakin kurangnya kader dan anggota memaksa mereka untuk mendorong perempuan agar tampil sebagai pelaku aksi," ujar Hamli.

Di sisi lain, kelompok teroris menyebarkan propaganda dan narasi bermuatan sentimen dan kebencian berbasis perbedaan agama sebagai bagian dari upaya meradikalisasi masyarakat. Menurut Hamli, kelompok teroris juga mengimpor konflik di negara lain sebagai alasan untuk perjuangan.

Penderitaan yang terjadi di Timur Tengah seperti Suriah dan Irak dijadikan propaganda untuk mengajak dan merekrut anggota di dalam negeri yang tidak mengerti peta konflik yang sebenarnya. "Patut dipahami bahwa seseorang menjadi teroris bukan proses yang instan, tetapi melalui tahapan dari mengadopasi narasi-narasi intoleran, radikalisme dan terakhir menuju terorisme," ungkap Hamli.

Hamli berharap perempuan menjadi bagian penting dalam menangkal narasi-narasi tersebut, bukan justru menjadi korban narasi kekerasan dan teror. "Apalagi sebaran narasi radikalisme saat ini tidak hanya terjadi secara offline, tetapi yang lebih mengkhawatirkan narasi radikalisme yang bertebaran di dunia maya," ujar Hamli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement