Kamis 01 Aug 2019 00:36 WIB

JK: Kita Perlu Energi yang Lebih Stabil

Harga energi yang berbahan fosil terus melonjak

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (30/7).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mendorong Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis fosil. Ini karena, harga energi yang berbahan fosil terus melonjak dan memberi dampak negatif terhadap lingkungan.

"Harga fosil minyak, batu bara, gas, naik terus menerus maka negara negara (perlu) mencari energi yang lebih konstan, lebih stabil dan tentu seperti tadi lingkungan juga sangat penting," ujar JK saat menjadi keynote speaker Mini Seminar Geopolitik Transformasi Energi di Graha Bimasena, Darmawangsa, Jakarta, Rabu (31/7).

Saat ini kata JK, semua negara juga terus mencari energi yang lebih stabil dan konstan. Karena itu, JK menilai perlunya transformasi penggunaan ke energi baru terbarukan.

"Karena itulah maka, kebijakan renewable energy digunakan oleh semua negara di dunia," ujar JK.

Meskipun, JK menjelaskan, investasi untuk energi terbarukan lebih mahal dibandingkan pembangkit dengan energi fosil. Namun, justru operasional energi terbarukan jauh lebih murah dibandingkan energi fosil.

"Kita mengetahui memang investasi di bidang energi dari fosil itu paling murah, tetapi operasionalnya mahal, renewable energy, investasinya mahal, tapi operasionalnya murah," ujar JK.

Karena itu, meski investasi mahal, namun tertutupi dengan operasionalnya yang kecil.

"Namun dari segi investasi memang mahal, namun harga jualnya berbeda. Yang paling murah PLTU batu bara. Sekarang ini bisa dijual katakanlah 5,5 sen per kwh. Kalau geothermal atau hydro antara 6-8 sen. Mahal. Kalau matahari sekitar 10 sen," kata JK.

Selain itu, keuntungan lainnya dari energi terbarukan adalah biaya lingkungan yang sangat kecil dibandingkan energi fosil.

"Biaya lingkungannya nol. Kalau fosil biaya lingkungannya mahal, perlu dihitung. Tadi memperlihatkan grafik, bahwa kalau dihitung biaya lingkungan, maka yang paling mahal itu PLTU, tapi kalau dihitung dari sisi direct cost itu, biaya lingkungan maka terjadilah transformasi," kata JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement