Rabu 31 Jul 2019 11:39 WIB

Jadi Tersangka Suap Meikarta, Sekda Jabar: Saya Bantu KPK

Sekda Jabar Iwa Karniwa mengaku akan kooperatif dan membantu KPK memberantas korupsi

Rep: Arie Lukihardianti, Dian Fath Risalah/ Red: Karta Raharja Ucu
Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (5/6).
Foto: Republika/Hartifiany Praisra
Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- KPK mengumumkan dua tersangka baru kasus suap izin pembangunan megaproyek Meikarta. Salah satu tersangkanya adalah Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa. Usai ditetapkan sebagai tersangka, Iwa mengaku akan kooperatif menghadapi proses hukum yang berjalan.

"Saya akan menaati, mengikuti, serta bersikap kooperatif sebagai bentuk tanggung jawab saya untuk turut membantu KPK dalam upaya pemberantasan korupsi," ujar Iwa, Selasa (30/7).

Menurut Iwa, ia akan memandang status tersangka sebagai proses untuk memperoleh keadilan dan kebenaran di mata hukum. "Ini proses memperoleh keadilan dan kebenaran di mata hukum," kata Iwa.

Pada Senin (29/7), KPK mengumumkan dua tersangka baru kasus Meikarta. Iwa selaku sekda Jabar menjadi tersangka suap dalam Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Iwa diduga meminta uang untuk pengesahan RDTR terkait izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) yang diajukan Meikarta.

Satu tersangka lain adalah mantan presiden direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto. Bartholomeus diduga terlibat dalam pendekatan dan pemberian suap pada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Iwa diduga meminta Rp 1 miliar kepada Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili terkait pengurusan Perda RDTR. RDTR itu menjadi bagian penting dalam mengurus proyek pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Awalnya, pada 2017, Neneng Rahmi menerima sejumlah uang terkait pengurusan RDTR Bekasi. Uang tersebut diberikan pada beberapa pihak agar memperlancar proses pembahasannya.

"Kemudian, sekitar bulan April 2017, setelah masuk pengajuan Rancangan Perda RDTR, Neneng Rahmi Nurlaili diajak oleh Sekretaris Dinas PUPR untuk bertemu pimpinan DPRD di kantor DPRD Kabupaten Bekasi. Pada pertemuan tersebut, Sekretaris Dinas PUPR menyampaikan permintaan uang dari pimpinan DPRD terkait pengurusan tersebut," kata Saut, Senin (29/7).

Setelah disetujui DPRD, rancangan Perda RDTR Bekasi kemudian dikirim ke Provinsi Jawa Barat untuk dilakukan pembahasan. Namun, raperda itu tidak segera dibahas oleh kelompok kerja (pokja) Badan Koordinasi Penataan ruang Daerah (BKPRD). Untuk memproses RDTR itu, Neneng Rahmi harus harus bertemu dengan Iwa Karniwa.

"Neneng Rahmi kemudian mendapatkan informasi bahwa tersangka IWK (Iwa Karniwa)

meminta uang Rp 1 miliar untuk penyelesaian proses RDTR di provinsi," kata Saut.

Permintaan tersebut diteruskan kepada salah satu karyawan PT Lippo Cikarang yang langsung menyiapkan uang. Beberapa waktu kemudian, pihak Lippo menyerahkan uang kepada Neneng Rahmi.

"Dan kemudian, sekitar Desember 2017 dalam dua tahap, Neneng Rahmi melalui perantara menyerahkan uang pada tersangka IWK dengan total Rp 900 juta terkait dengan pengurusan RDTR di Provinsi Jawa Barat," ujar Saut.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku prihatin dengan ditetapkannya Iwa sebagai tersangka. Pemprov Jabar, kata dia, akan menaati proses hukum yang saat ini tengah berjalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement