Selasa 30 Jul 2019 22:10 WIB

Perhimpunan Petani Kelapa Keluhkan Minimnya Serapan Industri

Perpekindo juga mempertanyakan kebutuhan pasti kelapa oleh industri.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Yudha Manggala P Putra
Buah kelapa.
Foto: www.m.serambinews.com
Buah kelapa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani kelapa mengeluhkan minimnya penyerapan oleh sektor industri. Di sisi lain, petani juga mengeluhkan masih minimnya harga beli kelapa di rata-rata Rp 1.100 per buah.

Sekretaris Umum Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia (Perpekindo) Muhammad Idrawis mempertanyakan kebutuhan pasti kelapa oleh industri. Sebab menurut dia, dari 1,5 miliar produksi buah kelapa yang per tahun, belum ada data pasti berapa kebutuhan kelapa industri. Dia juga menyayangkan serapan industri yang masih minim.

“Katakanlah harga kelapanya murah, nggak masalah. Yang penting di kami itu ada penyerapan,” kata Idrawis, di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (30/7).

Dia menjelaskan, apabila terdapat kepastian penyerapan kelapa yang baik, para petani dapat melangsungkan produksinya secara berkelanjutan. Namun yang terjadi akibat minimnya penyerapan itu, kata dia, mayoritas produksi kelapa yang ada akhirnya diekspor dalam bentuk mentah alias bulat.

Sedangkan jika memanfaatkan pengolahan di sektor industri, nilai tambah ekspor yang didapat negara bisa berkali-kali lipat. Dia mencontohkan, harga beli kelapa petani sebesar Rp 1.100 per buah dapat diolah menjadi beragam produk yang bernilai tambah seperti kecap, minyak kelapa, hingga bahan baku otomotif seperti jok mobil.

Dia menambahkan, harapan penyerapan ke industri bukan serta-merta bentuk persaingan dengan komoditas sawit. Alasannya, sawit merupakan komoditas yang lebih cocok dengan korporasi besar sedangkan kelapa sangat cocok dengan industri kecil dan menengah (IKM). Untuk itu dia berharap pemanfaatan kelapa ke sektor industri dapat diperluas ke IKM.

Terkait dengan peremajaan kebun kelapa, hal itu dinilai sulit untuk direalisasikan sebab mayoritas petani umumnya mengeluhkan biaya peremajaan yang tinggi. Pengembangan perkebunan kelapa rakyat menurut dia saat ini menghadapi sejumlah tantangan.

“Tantangan kelapa ini sangat besar, banyak yang perlu dihadapi,” kata dia.

Antara lain belum terbentuknya standarisasi harga secara nasional di batas atas dan bawah, aih fungsi lahan yang menjadi areal pemukiman dan pertanaman komoditas lain, terbatasnya pelatihan dan bimbingan serta bantuan peralatan, hingga mahalnya biaya distribusi.

Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, produksi kelapa dari perkebunan rakyat mencapai 2,821 juta ton dengan serapan tenaga kerja mencapai 6,82 juta kepala keluarga (KK). Adapun sejumlah permasalah produktivitas kelapa berdasarkan catatan itu antara lain adanya alih fungsi lahan, hama dan penyakit, pembiayaan modal, diseminasi teknologi benih, hingga tata niaga.

Kepala Balai Besar Industri Agro (BBIA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Rizal Alamsyah mengatakan, pengelolaan kelapa menjadi produk yang bernilai tinggi akan diupayakan. Untuk itu inovasi pengolahan produk kelapa nantinya akan didiseminasikan kepada pelaku IKM guna meningkatkan penghasilan. “Kita arahnya ke sana, supaya ada high added value,” kata dia.

Berdasarkan catatan Kementan, peluang nilai tambah kelapa rakyat pada 2017 mencapa nilai produksi sebesar Rp 15,61 triliun meliputi 2,84 juta ton setara kopra dan 1,10 ton kopra. Sedangkan potensi nilai tambanya dengan produksi perkiraan produksi sebesar 6,19 juta ton setara kopra dapat mencapai nilai Rp 43,05 triliun.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Tunggul Ametung mengatakan, pihaknya akan memperkuat daerah dan desa serta kelembagaan petani untuk meningkatkan produksi. Selain itu, kelembagaan dan organisasi di tingkat petani kelapa rakyat di desa akan mengarah pada kemandirian petani itu dendiri.

“Untuk sampai pada itu, maka penting bagi kami unuk melakukan pembinaan SDM (sumber daya manusia) yang kompeten,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement