Rabu 31 Jul 2019 00:07 WIB

Stasiun Pengamatan untuk Merapi Diminta Ditambah

Aktivitas lava pijar Gunung Merapi mengalami kenaikan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Pemantauan Gunung Merapi. Petugas BPPTKG Gunung Merapi memantau aktivitas Gunung Merapi, Yogyakarta, Senin (1/7/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Pemantauan Gunung Merapi. Petugas BPPTKG Gunung Merapi memantau aktivitas Gunung Merapi, Yogyakarta, Senin (1/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wakil Ketua Komisi VII DPR, Ridwan Hisjam, meminta Stasiun Pengamatan Gunung Merapi (PGM) ditambah. Ia meminta tambahan dua stasiun pengamatan, satu untuk daerah timur dan satu untuk daerah barat.

"Kita minta ditambahkan dan kita minta tambah dua lagi stasiun, satu di timur dan satu di barat," kata Ridwan setelah melihat peralatan-peralatan di PGM Kaliurang, Selasa (30/7).

Ia mengungkapkan, permintaan itu kabarnya sudah disampaikan dan diproses Kementerian PAN-RB. Artinya, tinggal menanti Kementerian PAN-RB memberikan persetujuan penambahan struktur.

Jika disetujui, Ridwan berpendapat, setidaknya harus ada Eselon III atau IV yang mendudukinya stasiun-stasiun tersebut. Namun, jika untuk pos-pos pengamatan ia merasa tidak perlu dari struktur.

"Sudah kita tambah APBN kita buat tambahan pos itu," ujar Ridwan.

Selain itu, ia menuturkan, di BPPT sudah ada anggaran-anggaran untuk mengantisipasi bencana kurang lebih Rp 1 triliun. Khususnya, sebagai anggaran pengkajian-pengkajian.

Ada pula sekitar Rp 300 miliar di Badan Informasi Geospasial, dan anggaran-anggaran lain seperti di BMKG. Ridwan merasa, itu penting diberikan mengingat posisi Indonesia di ring of fire.

"Karena ini memang penting, dan saya sudah mendorong pemerintah segera memikirkan UU Geologi," kata Ridwan.

Terlebih, selama ini, walau semua sudah memahami berbahayanya posisi Indonesia, belum ada satupun UU Geologi yang dilahirkan. Terlebih, jika melihat banyaknya gunung-gunung yang masih aktif.

Ridwan menekankan, salah satu kewajiban Komisi VII memang mengawasi program-program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM dan Kementerian Ristek dan Dikti.

Untuk itu, melihat peralatan-peralatan yang ada di Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang penting dilakukan. Sebab, kondisi geologi di Indonesia dirasa cukup bergejolak belakangan.

Ia turut meminta peningkatan koordinasi soal bencana-bencana mulai tsunami, gempa atau gunung meletus yang mutlak perlu antisipasi. Agar, mitigasi dan penanggulangan bencana bisa maksimal.

"Koordinasi harus terus ditingkatkan baik dari BMKG, BPPTKG, BPBD, semuanya harus diantisipasi," ujar Ridwan.

Kondisi Gunung Merapi pada pekan keempat sendiri mengalami kenaikan untuk aktivitas lava pijar. Satu pekan terakhir, total ada 39 lava pijar dimuntahkan Gunung Merapi.

Jumlah itu naik sekitar 15 guguran dari total lava pijar selama pekan ketiga yang cuma sebanyak 24 guguran. Namun, jumlah itu tidak lebih banyak dari pekan kedua yang mencapai 58 guguran.

Uniknya, jumlah itu sama dengan total guguran pada pekan pertama dan pada pekan yang sama bulan lalu. Aktivitas itu dibarengi dua kali guguran awan panas yang terjadi sepanjang pekan.

Untuk awan panas, guguran dengan jarak luncur terjauh terjadi pada 24 Juli dengan 1.000 meter ke arah hulu Kali Gendol. Sedangkan, jarak luncur terdekatnya terjadi pada 27 Juli dengan 950 meter.

Untuk lava pijar, guguran terjauh terjadi pada 26 Juli dengan 1.000 meter dan terjadi sebanyak dua kali. Sedangkan, guguran terdekat terjadi pada 25 Juli dengan 350 meter.

Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso mengatakan, cuaca sekitar puncak umumnya cerah pada pagi hari.

Sedangkan, siang hingga malam cenderung mendung dan berkabut. Satu pekan terakhir asap berwarna putih, ketebalan tipis hingga tebal dengan tekanan lamah. Tinggi asap maksimum 70 meter.

"Teramati dari Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang pada 24 Juli 2019 (06.00 WIB)," kata Budi, Jumat (26/7) lalu.

Berdasarkan foto dari sektor tenggara, tidak menunjukkan perubahan morfologi yang signifikan. Volume kubah lava berdasarkan analisis foto udara (drone) pada 4 Juli sebesar 475.000 meter kubik.

"Kondisi lava saat ini dalam kondisi stabil dengan laju pertumbuhan yang masih relatif rendah," ujar Budi.

Atas aktivitas itu, BPPTKG masih menetapkan status waspada kepada Gunung Merapi. Status itu sudah bertahan lebih dari satu tahun sejak ditetapkan pertama pada Mei 2018.

BPPTKG masih merekomendasikan radius tiga kilometer dari puncak agar dikosongkan dari aktivitas penduduk dan pendakian. Masyarakat di sekitar alur Kali Gendol diminta meningkatkan kewaspadaan.

Terlebih, sudah terjadi banyak guguran awan panas dengan jarak luncur yang semakin besar. Budi mengingatkan, guguran lava pijar dan awan panas berpotensi menimbulkan hujan abu.

"Masyarakat sekitar diimbau untuk mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanis," kata Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement