REPUBLIKA.CO.ID, Matahari sudah menunjukkan posisinya lurus di atas kepala para manusia. Silau sinar "Sang Surya" ternyata tak mampu menurunkan semangat ratusan masyarakat yang memadati Taman Blambangan.
Tidak peduli harus berhimpitan dan mengantri panjang, warga lokal maupun mancanegara tetap mau menyaksikan suatu acara besar. Ialah Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) yang kini diadakan kembali untuk kesembilan kalinya. Festival kali ini mengangkat tema "Kingdom of Blambangan" sebagai cikal bakal dari Banyuwangi.
Kemeriahan parade busana etnik kontemporer ini diwarnai penampilan istimewa. Pertama, acara dibuka dengan tarian kebanggan Banyuwangi, Gandrung oleh puluhan penari. Di sela-sela momen ini, para penari juga sempat mengajak para pimpinan daerah dan pemerintah pusat untuk menari bersama.
Festival kemudian dilanjutkan dengan sendratari berkisah tentang “Amuke Satria Blambangan”. Di sini, masyarakat tidak hanya disuguhkan tarian dan nyanyian tradisional, tapi juga selintas sejarah Kerajaan Blambangan. Bahkan, di tengah-tengah bagian ini terdapat aksi perang yang mampu memusatkan perhatian seluruh masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani dan Menteri Pariwisata Arief Yahya hadiri Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2017.
Setelah itu, menyusul parade talent kehormatan yang dibawakan oleh Putri Pariwisata Indonesia 2018 dan Miss Toursm and Culture Indonesia 2019. Lalu dilanjutkan parade ratusan talent yang menggambarkan tema "The Kingdom of Blambangan". Mereka membawakan kostum dalam 10 tematik, yakni kedhaton (kerajaan), raja, putri, resi sapta manggala, pusaka kerajaan dan pelabuhan Loh Pampang. Lalu pura agung Blambangan, kapal Jong Blambangan, setinggil, dan nelayan.
Kostum yang dibawakan para talent sangat unik dan menyenangkan mata para warga. Tidak hanya menggunakan warna cerah, mereka juga membawakan kostum dengan hiasan unik. Antara lain, dengan ornamen burung, bebek, pohon, pura, perahu dan sebagainya.
Warga Banyuwangi, Am Sulistyawati mengaku rutin menyaksikan BEC setiap tahunnya. Menurutnya, festival ini sangat menarik dan bisa mengisi waktu luangnya bersama keluarga di hari libur. "Sangat bagus," kata perempuan berusia hampir 60 tahunan ini kepada Republika.co.id., Sabtu (27/7).
Daya tarik BEC tidak hanya dirasakan masyarakat lokal maupun daerah lainnya. Sensasi ini juga dialami wisawatan asal Perancis, Vincent. Di matanya, BEC sangat menarik dan musik-musik yang disajikan juga bagus.
Kunjungan Vincent ke Banyuwangi sebenarnya bukan semata-mata untuk menyaksikan BEC. Dia memiliki agenda pertemuan dengan keluarga pribadinya. Ia hanya memanfaatkan waktu luangnya untuk menyaksikan kegiatan menarik seperti BEC.
Vincent sendiri mengaku belum pernah menyaksikan festival semacam BEC di daerah lain maupun negaranya. Oleh sebab itu, dia sangat mengapresiasi kegiatan kesenian dan budaya ini.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengatakan BEC memang bukan hanya sekedar sebuah even atraksi pariwisata. Even ini cara daerah untuk terus menghidupkan tradisi dan budaya lokal. Salah satu caranya dengan metode yang dimengerti oleh dunia.
"Karnaval ini juga etalase kreativitas anak-anak muda Banyuwangi untuk berkiprah di level yang lebih luas tanpa meninggalkan jati dirinya sebagai anak daerah. Inilah yang membedakan kami dengan lainnya meskipum ditampilkan dalam kemasan modern namun nuansa etnik sangat kental," ujar pria yang disapa Anas ini.
Sejumlah penari gandrung memegangi gaun Ratu Seblang saat tampil dalam Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (22/11). Acara ini merupakan bagian dari Festival Banyuwangi.
Menurut Anas, setiap tahun BEC menampilkan tema yang berbeda. Namun konsep acara tetap berakar pada budaya lokal. Tema-tema ini lalu diterjemahkan dalam kostum yang diperagakan para talent.
Dengan konsep seperti ini, Anas berharap, semua peserta dan penonton dapat mempelajari sejarah dan filosofi tradisi lokal Banyuwangi. Apalagi, pihaknya mengajarkan sejarah tersebut dengan cara kreatif. Dalam hal ini melalui festival yang dibumbui kesenian dan budaya lokal. Lalu juga memadukan dengan kostum kontemporer tanpa harus menghilangkan nilai kearifan lokal.
Atas festival besar ini, Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya memberikan apresiasinya kepada Banyuwangi. Apalagi, parade kostum etnik moderen ini telah ditetapkan sebagai Top 10 Wonderful Event di Indonesia. Pasalnya, kegiatan ini mampu menyajikan kemeriahan. "Bahkan menghadirkan wisatawan mancanegara,” kata Arief.
Di kesempatan itu, Arief juga menjelaskan, alasan BEC bisa masuk Top 10 atraksi wisata nasional. Menurutnya, Banyuwangi telah memegang prinsip 3C. Antara lain creative value, commercial value, dan CEO commitment.
"Kreatif itu bisa dilihat dari kemasan eventnya. Mulai koreografer, desainer kostumnya, hingga musik pengiringnya. Tiga hal ini menentukan kualitas suatu atraksi," kata Menpar.
Dari sisi komersial, pariwisata berhasil menjadi pengungkit ekonomi daerah. Perdapatan per kapita rakyat Banyuwangi, meningkat menjadi Rp 48 juta pada 2018. Padahal sebelumnya hanya mampu mencapai Rp 20 juta di 2010.
"Terakhir, komitmen kepala daerah. Suatu daerah yang bergerak maju, pasti dipimpin kepala daerah yang berpikiran maju. Dan saya tahu betul, Bupati Anas turun sendiri untuk merancang event di daerahnya," kata Menpar.