REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, jumlah titik panas atau hotspot mengalami peningkatan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih untuk titik panas yang berada di wilayah Riau.
"Hingga 28 Juli 2019, terpantau hotspot di Riau sudah mulai intens," ungkap Kepala Staf Subbidang Analisis Informasi Iklim BMKG Pusat Adi Ripaldi kepada Republika, Ahad (28/7). Berdasarkan data BMKG, hingga Ahad (28/7), pukul 06.00 WIB, terdapat 117 titik panas dengan tingkat kepercayaan lebih dari 50 persen yang ada di wilayah Sumatra.
Titik panas terbanyak memang berada di Riau, yakni 61 titik panas. Dari 61 titik tersebut, 28 di antaranya ada di wilayah Pelalawan. Jumlah tersebut meningkat hingga 26 titik dari 35 titik panas pada Jumat (26/7) lalu. Kemudian, ada sebanyak 30 titik panas dengan tingkat kepercayaan lebih dari 70 persen di Riau dan sebanyak 20 di antaranya ada di Pelalawan.
BMKG juga mendeteksi 27 titik api dengan derajat kepercayaan lebih dari 80 persen di beberapa provinsi di Indonesia. Titik api paling banyak terdapat di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. "Saat ini terpantau dari satelit Terra/Aqua (Lapan), terdapat 27 titik api dengan derajat kepercayaan lebih dari 80 persen," kata Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto kepada Republika, Ahad.
Ia menjelaskan, titik api tersebut sebagian besar tersebar di Kalimantan Tengah, yakni
12 titik, lalu beberapa titik di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). "Kabupaten Pulang Pisau tercatat paling banyak terdapat titik api dengan tujuh lokasi," ungkapnya.
Ia menjelaskan beberapa penyebab yang dapat membuat tingkat kemudahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan semakin meningkat. Hal itu yakni perkembangan musim kemarau yang ditandai dengan terus meluasnya daerah dengan curah hujan rendah, suhu udara siang hari yang cukup panas berkelembapan rendah, dan kecepatan angin yang kuat.
Menurut Siswanto, petugas sudah melakukan pengecekan lapangan di 27 titik itu. Oleh karena itu, ia dapat menyebutnya sebagai titik api, bukan titik panas. Ia menjelaskan, titik panas merupakan titik yang baru diidentifikasi melalui citra satelit. "Di aplikasi Sipongi KLHK sudah groundcheck (ke 27 titik api tersebut)," ujarnya.
BMKG mencatat, jumlah titik panas di Indonesia pada 2019 ini belum separah 2015. Namun, khusus Riau, jumlah titik panas di sana sudah hampir menyamai jumlah titik panas pada 2018. "Hotspot 2019 ini belum separah 2015. Namun demikian, khusus Riau, jumlah hotspot-nya sudah mendekati 2018," ujar Adi Ripaldi.
Berdasarkan data milik BMKG, jumlah titik panas di Riau hingga 28 Juli 2019 mencapai 1.750 titik. Jumlah tersebut hampir menyamai jumlah tahun lalu yang mencapai 1.809 titik. Angka tersebut masih berada di bawah jumlah titik panas di Riau pada 2015 lalu yang mencapai angka 4.965 titik.
Pada 2015 lalu, total titik panas yang ada di 11 provinsi, yakni Aceh, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua mencapai 84.724 titik. Titik terbanyak ada di Kalimantan Tengah, yakni 21.809 titik.
Tahun ini, sejak awal tahun hingga 28 Juli 2019, tercatat ada 3.772 titik panas. Jumlah tersebut berasal dari 11 provinsi yang sama dengan 2015 lalu. Untuk tahun ini, di Kalimantan Tengah terdapat 391 titik panas, sedangkan titik panas terbanyak ada di Riau.
Kabut karhutla juga dilaporkan menyelimuti Jalan Lintas Timur Sumatra di Riau, Ahad. Kabut asap terlihat pekat pada sekitar pukul 09.00 WIB. Kondisi tersebut terlihat jelas di Jalan Lintas Timur Sumatra dari arah Pekanbaru ke Pelalawan.
Jalan terlihat kabur dan memutih hingga membuat pengendara harus ekstra hati-hati.
"Ini sudah agak siang, tapi asap terlihat jelas. Harus hati-hati bawa mobil," kata seorang warga, Yusuf (38 tahun). Kabut asap di jalan tersebut berasal dari kebakaran lahan gambut yang terjadi di Kabupaten Pelalawan.
Staf analisis BMKG Stasiun Pekanbaru, Yudhistira, mengatakan, melihat arah angin yang berembus dari tenggara ke barat daya, asap berpeluang mencapai Pekanbaru. "Tergantung kencangnya embusan angin. Namun, saat ini angin masih lemah," katanya.