REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktur Pengelolaan Sampah, Novrizal Tahar mengajak masyarakat merayakan Idul Adha tanpa kantong plastik. Ajakan tersebut disampaikan melalui flyer resmi yang dikeluarkan KLHK.
Flyer yang memiliki hashtag kendalikan sampah plastik itu mengajak masyarakat memaknai kurban dengan menggunakan kemasan ramah lingkungan. Pada flyer tersebut terdapat gambar kantong plastik yang disilang merah, artinya sebuah ajakan agar tidak menggunakan kantong plastik.
"Enggak ada plastik di flyer itu, plastiknya di kasih silang merah," kata Novrizal saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (28/7).
Pada flyer KLHK yang mengajak merayakan Idul Adha tanpa kantong itu, masyarakat direkomendasikan menggunakan besek bambu, besek daun kelapa dan besek daun pandan untuk membungkus daging kurban. Juga direkomendasikan menggunakan daun jati, daun pisang dan wadah makanan yang bisa dipakai berkali-kali.
Novrizal mengatakan, tidak mungkin pihaknya memaksa orang-orang. Melalui flyer itu pihaknya hanya mendorong kesadaran perubahan perilaku publik agar lebih ramah lingkungan. Dia juga menyampaikan bahwa sebenarnya persoalan sampah kewenangannya ada di pemerintah daerah. Beberapa pemerintah daerah sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait sampah.
Sebelumnya diberitakan sejumlah masjid dan pesantren sudah menggunakan pembungkus daging kurban ramah lingkungan yang mudah terurai oleh tanah. Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi dan mengajak masyarakat untuk menggunakan pembungkus daging kurban ramah lingkungan.
Ketua Bidang Fatwa MUI, Prof Huzaemah T Yanggo berpandangan, penggunaan pembungkus daging kurban ramah lingkungan hukumnya bisa wajib. Dia menjelaskan, dulu orang-orang masih menggunakan plastik hitam atau plastik yang sulit terurai untuk membungkus daging kurban. Seperti diketahui sampah plastik hitam susah terurai dan susah diolah.
Kalau plastik yang sulit terurai mendatangkan bahaya hukumnya menjadi haram, maka lawannya haram menjadi wajib. Tapi karena belum ada plastik yang ramah lingkungan maka boleh menggunakannya yang tidak ramah lingkungan. Sekarang sudah ada plastik ramah lingkungan maka wajib menggunakan plastik yang lebih baik itu.
"Kalau sudah ada (plastik ramah lingkungan) maka harus ditinggalkan (plastik yang tidak ramah lingkungan), bukan harus bahkan wajib karena plastik hitam merusak lingkungan dan tak bisa dikelola (sulit terurai)," kata Prof Huzaemah kepada Republika, Ahad (28/7).
Ia menerangkan, kalau pilihannya antara yang baik dan lebih baik maka hukumnya harus memilih yang lebih baik. Tapi kalau pilihannya antara yang membahayakan lingkungan dan yang lebih baik. Maka bisa wajib hukumnya memilih yang lebih baik atau lebih ramah lingkungan.
Mengenai fatwa MUI tentang penggunaan plastik ramah lingkungan untuk pembungkus daging kurban, dia menjelaskan memang belum ada. Tapi fatwa lingkungan hidup yang dikeluarkan MUI sifatnya umum. "Pokoknya apa saja yang mendatangkan mafsadat (merusak) itu harus ditinggalkan, dan yang mendatangkan maslahat itu harus dikerjakan bahkan wajib (dikerjakan)," ujarnya.