Ahad 28 Jul 2019 17:06 WIB

Pemerintah Ingin Kasus drg Romi Selesai di Luar Pengadilan

Kementerian ingin melunakkan Pemkab Solok Selatan agar batalkan pencoretan drg Romi.

Rep: Febrian Fachri / Red: Ratna Puspita
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael (tengah), berkonsultasi dengan Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nyimas Aliah (kedua kanan), Ketua Lembaga Advokasi dan Perlindungan Penyandang Disabilitas Indonesia, Heppy Sebayang (kanan), Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Wenda Rona Putra (kedua kiri) dan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani, saat mengadakan pertemuan di Padang, Sumatera Barat, Ahad (28/7/2019).
Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael (tengah), berkonsultasi dengan Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nyimas Aliah (kedua kanan), Ketua Lembaga Advokasi dan Perlindungan Penyandang Disabilitas Indonesia, Heppy Sebayang (kanan), Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Wenda Rona Putra (kedua kiri) dan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani, saat mengadakan pertemuan di Padang, Sumatera Barat, Ahad (28/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA) menginginkan persoalan drg Romi Syofpa Ismael dan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan bisa diselesaikan dengan lebih bermartabat atau di luar pengadilan. Kementerian PPPA ingin mencoba melunakkan pihak Pemkab Solsel agar membatalkan pencoretan nama drg Romi dalam kelulusan calon pegawai negeri sipil.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan pada Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementerian PPPA Nyimas Aliah mengatakan sepekan terakhir polemik tentang pencoretan nama drg Romi sebagai lulusan CPNS oleh Pemkab Solsel belum menemui solusi yang tepat. Bahkan, ada rencana gugatan pihak drg Romi bersama LBH Padang terhadap Pemkab Sosel melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca Juga

Untuk itu, Nyimas mengatakan, Kementerian PPPA akan mencoba mempertemukan drg Romi  dan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan pihak terkait lainnya. Pertemuan rencananya akan dilakukan pada Senin (29/7) nanti.

Pada pertemuan itu, Nyimas ingin Pemkab Solsel memahami kembali dengan bijak penafsiran aturan persyaratan seleksi CPNS Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokasi (RB). Persyaratan sehat jasmani dan rohani bukan berarti menghilangkan hak-hak penyandang disabilitas.

Menurut Nyimas, kasus drg Romi ini juga jadi pembelajaran buat semua masyarakat Indonesia tentang UU Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Dalam aturan tersebut, penyandang disabilitas tidak lagi harus dikasihani, tetapi sudah harus dilayani sebagai warga negara yang berhak mendapat perlakuan yang sama dengan warga yang lain.

"Teman-teman penyandang disabilitas itu bukan untuk kita kasihani lagi. Tapi mereka harus diberikan hak yang sama. Karena mereka juga punya kemampuan, dan tingal memerlukan bantuan dari kita agar mereka bisa menggunakan kemampuannya itu," ujar Nyimas di Basko Hotel, Kota Padang, Ahad (28/7).

Kementerian PPPA menjadi pihak penengah agar ada jalan keluar dari polemik pencoretan kelulusan CPNS drg Romi oleh Pemkab Solsel. Persoalan ini sudah dibicarakan sampai ke pemerintah pusat.

"Kami ingin fasilitasi pertemuan semua pihak di situ ada Pemprov, Pemkab, BKD, drg Romi, LBH Padang dan lain-lain untuk membicarakan persoalan ini," kata Nyimas.

Selain melakukan mediasi dengan pihak terkait, ia mengatakan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) akan melakukan pembahasan persoalan drg Romi besok. Pertemuan akan dihadiri kementerian terkait. 

Nyimas mengatakan, Pemerintah Pusat tidak ingin drg Romi dirugikan dalam kasus ini karena akan jadi preseden buruk terhadap penerapan UU Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. "Ini ujian buar UU No 8 tahun 2016, supaya ke depan tidak ada lagi penyandang disabilitas dirugikan hak-haknya," kata Nyimas menambahkan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement