Sabtu 27 Jul 2019 09:59 WIB

Menjaga Potensi Ekonomi Kurban

Jika dikelola dengan baik kurban merupakan potensi ekonomi yang besar.

Agung Sasongko
Foto: dok. Republika
Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Agung Sasongko*

Dalam hitungan minggu kita akan melaksanakan peringatan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban. Biasanya sudah bermunculan pedagang hewan kurban baik skala kecil maupun yang luar biasa. Tanah yang semula kosong mulai terisi lapak hewan kurban. Ada juga showroom mobil yang sementara disulap jadi lapak hewan kurban.

Sementara di sudut-sudut jalan mulai bermunculan baliho atau billboard berisikan tawaran lembaga filantropi untuk kurban bersama mereka. Di dalamnya berisi, harga dan kemana hewan kurban akan disalurkan. Ukuran hewan kurbannya juga ditampilkan mulai dari jenis standar, istimewa, hingga premium. Belum lagi, masjid-masjid mengumumkan kesanggupannya untuk diberikan amanah menitipkan hewan kurban para pekurban.

Melihat geliat ini, artinya ada potensi ekonomi di dalamnya. Semisal, lapak tanah yang semula terbengkalai tak terpakai, kemudia disewa oleh pelapak hewan kurban. Uang sewa pun lumayan karena bisanya dimanfaatkan sebulan penuh. Lalu pelapak hewan kurban, sudah jauh-jauh hari mencari peternak sudah bersiap dengan hewan-hewan ternaknya untuk diperuntukan sebagai hewan kurban. Untuk mengantarkan hewan dari peternak ke pelapak tentu butuh sarana transportasi. Nah, pemilik truk pun kebagian rezekinya. Ini belum detail lainnya.

Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebutkan, potensi ekonomi kurban bisa mencapai Rp.69 triliun. Besarnya potensi ekonomi kurban bisa dilihat dari data pemotongan hewan kurban Kementerian Pertanian. Sejak 2015 sampai 2017, jumlah hewan yang dipotong selama Idul Adha tampak meningkat.

Data Kementerian Pertanian menyebutkan pada 2015 sapi yang dipotong saat Idul Adha sebanyak 203.524 ekor, kambing sebanyak 204.632 ekor, domba 79.288 ekor, lalu kerbau 8.803 ekor.

Pada 2016 sapi yang dipotong untuk kurban menjadi 400.293 ekor, kambing 686.625 ekor, domba 206.799 ekor, kerbau 8.955 ekor. Pada 2017, jumlahnya kian meningkat. Sapi menjadi 440.323 ekor, kambing 755.288 ekor, domba 227.479 ekor, serta kerbau 9.851 ekor.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah potensi itu sudah menjangkau semuanya?Dari skema yang dijabarkan sebelumnya, semua lini akan merasakan manfaat dari hari besar umat Islam ini. Hanya saja, bicara soal potensi artinya masih ada hal yang bisa digali lagi. Sederhanya masih butuh banyak perbaikan guna menjangkau semua. Mari kita mulai hal tersebut dari peternak.

Tak bisa dipungkiri, pihak yang harusnya bahagia dan tersenyum sumringah ketika hari raya tiba adalah peternak. Teorinya seperti itu. Namun, praktiknya belum semua peternak merasakan imbas dari potensi ekonomi kurban. Inilah yang perlu mendapatkan perhatian dari kita semua. Positifnya, kini lembaga filantropi mulai menjalankan program pemberdayaan peternak.

Dompet Dhuafa misalnya, melalui Sentra Kurban, Dompet Dhuafa berusaha untuk membangun sebuah kawasan sebagai tempat pelatihan dan pemberdayaan peternak. Masyarakat dilatih sebelum akhirnya secara mandiri bisa mengelola ternaknya. Langkah serupa juga dilakukan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan Lumbung  Ternak Wakaf (LTW) cakupannya global dan lokal.

Namun, tetap pemerintah diharapkan lebih maksimal membantu pengembangan ternak lokal. Peran ini tentu akan memperkuat apa yang sudah dijalankan oleh lembaga filantropi. Seperti diungkap Pakar Ekonomi Syariah, Irfan Syauqi Beik, apabila potensi lokal dikelola dengan baik, tentu bisa bicara peluang yang lebih besar. Apa itu, menyediakan hewan ternak untuk bayar dam jamaah haji. Bayangkan, total jamaah haji Indonesia mencapai 200 ribu orang. Artinya besar sekali peluang ekonomi pada angka tersebut.

Untuk itu, momen kurban ini sekaligus menjadi pengingat kepada kita semua pentingnya menjadikan Kurban sebuah hajat untuk merayakan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Ketika umat Islam bergotong royong untuk menyembelih hewan kurban dan membagikannya kepada fakir miskin lalu mampu memberdayakan peternak lokal agar bisa memaksimalkan hasil ternaknya.

Penulis pun berharap, potensi ini juga dibarengi dengan mekanisme distribusi yang merata ke seluruh wilayah di Indonesia. Bahkan kalau perlu di ujung pula sekalipun dapat terjangkau potensi ini. Perlu diingat, wilayah negara itu begitu luas, banyak saudara-saudara kita yang mungkin tak terjangkau karena menetap di daerah terpencil. Dengan kehadiran teknologi dan sarana pendukungnya, idealnya tidak ada kendala lagi soal ini. Sehingga saudara-saudara kita yang berhak dapat terpenuhi haknya. Wallahualam bis shawab

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement