Sabtu 27 Jul 2019 06:57 WIB

Terkait Radikalisme, Kemenristekdikti Awasi Medsos Mahasiswa

Kemenristekdikti berencana gandeng BNPT dan BIN untuk menjaga kampus dari radikalisme

Menristekdikti Muhammad Nasir
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menristekdikti Muhammad Nasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan mendata nomor telepon dan media sosial milik mahasiswa, dosen, dan pegawai pada awal tahun kalender akademik 2019/2020. Pendataan itu, menurut Kemenristekdikti, dilakukan untuk menjaga perguruan tinggi dari paparan radikalisme dan intoleransi.

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, pihaknya tidak akan memantau media sosial satu per satu setiap hari. Pendataan dilakukan agar Kemenristekdikti mudah melakukan pelacakan dari media sosial apabila terjadi permasalahan terkait radikalisme.

Dia menegaskan, pelacakan tak akan dilakukan apabila tak terjadi masalah apa pun terkait radikalisme atau intoleransi. "Kalau ada masalah, baru kita lacak. Misalnya, ada indikasi bahwa seseorang punya jaringan ke organisasi tertentu," kata Nasir dalam konferensi pers penerimaan mahasiswa baru di kantor Kemenristekdikti, Jumat (26/7).

Nasir menegaskan, hal yang diawasi oleh Kemenristekdikti hanyalah terkait radikalisme dan intoleransi. Terkait aktivitas mahasiswa dalam mengekspresikan diri di media sosial, tidak akan diatur lebih jauh oleh pihaknya.

"Yang kami atur adalah jangan sampai dia menyebarkan radikalisme dalam kampus, intoleransi yang dikembangkan. Itu enggak boleh. Kalau terjadi hate speech begitu, itu bukan urusan saya," kata dia lagi.

Kemenristekdikti berencana bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menjaga kampus dari radikalisme dan intoleransi. Mahasiswa yang terdeteksi melakukan radikalisme atau intoleransi akan diberikan edukasi. "Akan dipanggil rektor lalu diedukasi, tidak serta-merta dikeluarkan."

Ia menjelaskan, upaya mencegah dan menangkal penyebaran radikalisme bisa dilakukan melalui pembelajaran tentang wawasan kebangsaan dan bela negara. Perguruan tinggi juga dapat membentuk organisasi kemahasiswaan untuk pembinaan ideologi Pancasila. "Saya harapkan di kampus ada atau kegiatan kelompok mahasiswa, dalam hal ini pengenalan pembinaan ideologi bangsa ini," ujarnya.

Mahasiswa juga bisa mengambil peran dalam pembinaan ideologi bangsa terhadap teman sebaya dengan bimbingan dari rektor atau direktur politeknik. "Jangan sampai terjadi radikalisme yang marak pada saat sekarang. Ini harus kita jaga betul bahwa kampus adalah ranah akademik yang baik," kata Nasir.

Perguruan tinggi, kata Nasir, bertanggung jawab melaksanakan pembinaan ideologi Pancasila bagi mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan, termasuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

Selain itu, perguruan tinggi diminta melakukan upaya penanaman wawasan kebangsaan, kesadaran bela negara, pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba, pencegahan penyebaran radikalisme, serta menumbuhkan sikap antikorupsi dan antiplagiarisme.

Temuan kampus

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Polisi Hamli mengatakan, salah satu sumber radikalisme di lingkungan kampus adalah jenjang pendidikan di bawahnya. "Dari SMA-nya, mereka sudah terpapar," ujar Hamli, Kamis (25/7).

Ia menyebutkan, ada salah satu kampus di Jawa Timur yang 70 persen mahasiswanya berasal dari sumber yang terindikasi terpapar radikalisme. Namun, Hamli tak mengungkapkan nama kampus tersebut.

Hamli meminta data yang disampaikannya tidak ditanggapi secara reaktif, terutama oleh kalangan kampus, sebagaimana dahulu sewaktu BNPT mengungkap temuan radikalisme di sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia.

"Dahulu rektornya marah semua. Asal data BNPT dipertanyakan. Akan tetapi, ini hasil pengamatan lapangan. Setelah dijelaskan detailnya, mereka baru sadar dan ramai-ramai bergerak melakukan penanggulangan," ujar Hamli.

Ia mengingatkan pentingnya keterlibatan kalangan kampus dan lingkungan sekitarnya dalam pencegahan terorisme. Hal itu, menurut dia, akan menjadi sebuah sinergi nyata dalam upaya penanggulangan terorisme.

"Pendekatan keras dalam penanggulangan terorisme sebenarnya tidak perlu dilakukan. Penanggulangan terorisme akan efektif jika dilakukan dengan pendekatan lunak. Hal itu membutuhkan keterlibatan masyarakat," ujar Hamli. inas widyanuratikah/antara ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement