Rabu 24 Jul 2019 08:50 WIB

Sejumlah Daerah Alami Kekeringan Ekstrem

Daerah mulai kewalahan menyediakan air bersih.

Petani berada di areal sawah miliknya yang kekeringan di Desa Pegagan, Kecamatan Terisi, Indramayu, Jawa Barat, Senin (15/7/2019).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petani berada di areal sawah miliknya yang kekeringan di Desa Pegagan, Kecamatan Terisi, Indramayu, Jawa Barat, Senin (15/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, hampir semua wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan mengalami hari tanpa hujan dengan kategori panjang. Sementara, daerah yang sudah terdampak kekeringan juga kian meluas.

"Berdasarkan pemonitoran hari tanpa hujan berturut-turut (HTH) dasarian II Juli 2019 menunjukkan, Provinsi NTT pada umumnya mengalami hari tanpa hujan dengan kategori sangat panjang (31-61 hari) hingga kategori kekeringan ekstrem (lebih dari 60 hari)," kata Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kupang Apolinaris Geru di Kupang, Selasa (23/7). Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan laporan adanya wilayah di NTT yang masuk darurat kekeringan.

Menurut dia, beberapa wilayah yang sudah mengalami hari tanpa hujan dengan kategori kekeringan ekstrem adalah Kabupaten Ende di wilayah sekitar Nanganio; Kabupaten Sikka di sekitar Magepanda dan Waigate; Kabupaten Flores Timur di sekitar Larantuka, Konga; Kabupaten Lembata di sekitar Lewoleba, Wairiang, Waipukang, dan Wulandoni.

Kondisi yang sama juga terjadi di Kabupaten Sumba Barat di sekitar Waikabubak; Kabupaten Sumba Timur di sekitar Stamet Waingapu, Wanga, Melolo, Temu/Kanatang, Lambanapu, Rambangaru, dan Kamanggih; Kabupaten Sabu Raijua di sekitar Daieko; Kabupaten Rote Ndao di sekitar Papela dan Busalangga.

Begitu juga di Kota Kupang di sekitar Stamet El Tari, Sikumana, Bakunase, Oepoi dan Mapoli; Kabupaten Kupang di sektar Oekabiti, Lelogama, Oenesu, Oelnasi dan Sulamu; Kabupaten Belu di sekitar wilayah Atambua, Fatubenao, Fatukmetan, Wedomu, Haekesak, serta Umarese, Fatulotu, dan Weedomu.

Mengenai curah hujan, dia mengatakan, dari hasil analisis curah hujan dasarian II Juli 2019, wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) hampir seluruhnya mengalami kategori rendah (0-50 mm).

Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langodai juga mengemukakan, dampak bencana kekeringan yang melanda kabupaten yang berada di bagian timur Pulau Flores, NTT, itu sudah makin meluas hingga beberapa wilayah kecamatan. "Sekarang bukan saja di wilayah Wairiang yang terdampak kekeringan ekstrem, melainkan juga meluas ke Kecamatan Ile Ape dan sebagian Kecamatan Nuba Tukan," kata dia.

photo
Warga Dusun Kebon Taman, Desa Kalikayen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang memanfaatkan sisa air sungai yang telah menering untuk mencuci pakian, Selasa (25/6). Sejak terdampak musim kemarau, satu bulan terakhir warga terpaksa memanfaatkan air sungai ini guna menghemat pengeluaran untuk membeli air bersih.

Sebelumnya, pihak BMKG Stasiun Klimatologi Kupang mencatat, wilayah Wairiang di Kabupaten Lembata merupakan salah satu yang mengalami hari tanpa hujan terpanjang, yaitu 105 hari. Selain itu, wilayah Rambangaru, Kabupaten Sumba Timur, mengalami hari tanpa hujan terpanjang 116 hari dan Kota Kupang 100 hari.

Thomas Ola mengatakan, tidak hanya Wairiang yang terdampak kekeringan ekstrem, tapi juga sudah meluas ke wilayah kecamatan lain di sekitarnya yang mulai mengalami krisis sumber air bersih. Krisis itu pun membuat masyarakat kesulitan menggarap lahan pertanian.

Atas kondisi ini, lanjutnya, pemerintah daerah menyiapkan mobil tangki untuk mendukung pasokan air bersih sesuai kebutuhan masyarakat di desa-desa yang terdampak kekeringan. "Mobil tangki pemda kami tempatkan di Wairiang maupun Ile Ape dan sekitarnya didukung Perusahaan Daerah Air Minum. Ada sekitar enam mobil tangki dari pemda," ujarnya.

Ia mengatakan, pihaknya juga telah mengimbau para pengusaha lokal yang memiliki mobil tangki untuk ikut serta menanggulangi dampak kekeringan. Pihaknya juga meminta partisipasi berbagai pihak untuk mengedukasi masyarakat agar bersama-sama mengantisipasi dampak kekeringan yang lebih parah.

"Ini penting agar masyarakat juga tidak memperparah dampak kekeringan, seperti membakar lahan atau padang sembarangan. Selain itu, juga mengimbau masyarakat agar menggunakan air bersih secukupnya untuk kebutuhan yang lebih utama," ujarnya.

Sementara, Perumdam Tirta Mukti Cianjur, Jawa Barat, kewalahan melayani permintaan air bersih dari wilayah yang terkena dampak kekeringan. Hal ini karena minimnya truk tangki yang dimiliki sehingga bantuan air bersih hanya dilakukan secara bertahap.

Dirut Perumdam Tirta Mukti Cianjur, Budi Karyawan, mengatakan, pekan lalu pihaknya telah mendistribusikan air ke Kampung Mekarjadi, Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang. "Kami mengirimkan dua truk tangki air bersih untuk kebutuhan 250 kepala keluarga yang tinggal di wilayah selatan Cianjur itu. Sejak satu bulan terakhir permintaan bantuan air bersih terus meningkat," ujarnya di Cianjur, kemarin.

Terbatasnya truk tangki yang dimiliki membuat tiga desa harus menunggu giliran untuk mendapatkan bantuan air bersih karena sumber air di wilayah tersebut kering akibat musim kemarau. Budi mengatakan, belakangan permintaan bantuan air bersih setiap harinya terus bertambah.

Perumdam harus memilah wilayah yang terdampak cukup parah diprioritaskan lebih dulu karena ketersediaan truk tangki air yang terbatas. "Setiap kemarau kerap ada wilayah yang mengalami kekeringan hingga perlu dibantu pendistribusian air bersih. Tidak hanya dari laporan warga ke Perumdam, tapi banyak laporan masuk dari instansi di Pemkab Cianjur," ujar dia.

Bagaimanapun, ia menjanjikan pendistribusian air bersih akan dilakukan satu per satu. "Kami memastikan setiap wilayah yang terdampak kekeringan akan mendapatkan bantuan air bersih. Kami upayakan semaksimal mungkin untuk mengirimkan bantuan, mekipun sampai larut malam," katanya. n antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement