Rabu 24 Jul 2019 07:16 WIB

Pemerintah Ingin Diskon Tiket Pesawat Setiap Hari

Pembahasan perluasan penerapan diskon tiket akan dilakukan hingga sebulan mendatang.

Sejumlah calon penumpang antre naik ke pesawat maskapai Lion Air di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (5/7/2019).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Sejumlah calon penumpang antre naik ke pesawat maskapai Lion Air di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (5/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mewacanakan penerapan diskon tarif pesawat 50 persen dari tarif batas atas (TBA) setiap hari, tidak hanya pada Selasa, Kamis, dan Sabtu, pukul 10.00 hingga 14.00, seperti yang berlaku saat ini. Terkait hal itu, insentif fiskal yang bakal diberikan kepada maskapai berbiaya hemat atau low cost carrier (LCC) dimatangkan.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan, ide untuk menerapkan diskon tiket setiap hari membuat maskapai menuntut insentif fiskal lebih banyak kepada pemerintah. Salah satu insentif yang diajukan maskapai adalah pembangunan bengkel pesawat di Indonesia demi menekan biaya perawatan.

Baca Juga

Perawatan suku cadang pesawat di luar negeri dianggap menjadi salah satu beban biaya yang membuat tarif tiket sulit turun. "Kalau (pembahasan) satu bulan itu ada beberapa usulan fiskal yang diusulkan, tapi kami belum bisa putuskan. Spare parts (suku cadang) itu kan biaya masuknya ada, itu yang diminta," ungkap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Istana Negara, Selasa (23/7).

Budi menyebutkan, pembahasan perluasan penerapan diskon tiket ini akan dilakukan hingga sebulan mendatang. Budi juga menyampaikan bahwa pemerintah akan menggandeng pelaku industri pariwisata, termasuk Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk ikut memberikan diskon kepada pelancong.

Menurut dia, pemberian diskon tiket pesawat nantinya akan ditambah dengan diskon dari hotel atau wahana wisata di sejumlah destinasi. Cara itu diyakini lebih ampuh untuk mendongkrak kunjungan wisata setelah sempat lesu karena harga tiket yang mahal. Ide awalnya, pemberian paket diskon pariwisata akan menyasar destinasi utama seperti Bali dan Yogyakarta.

"Diskon bersama, bundling, mungkin misalnya Yogya, Bali. Dari situ sama-sama berikan diskon, jadi untuk orang yang akan ke Bali, hotel itu memberikan diskon 5 persen dan airlines juga. Itu yang kemarin diusulkan," kata Budi.

Penerapannya, Budi memberikan contoh, maskapai memberikan diskon 50 persen tarif dari TBA, plus hotel memberikan diskon 50 persen dari tarif normal. Bila penawaran bundling diskon ini diminati wisatawan, ujar Budi, penawaran ini berpeluang diterapkan pula di daerah lain.

Sebelumnya, Kemenko Perekonomian menetapkan kebijakan penurunan tiket maskapai berbiaya hemat kepada Citilink Indonesia dan Lion Air. Kebijakan harga tiket 50 persen dari TBA dilakukan pada Selasa, Kamis, dan Sabtu pada pukul 10.00 hingga 14.00 waktu setempat.

Dalam kebijakan penurunan harga tiket, pemerintah juga menentukan jumlah rute penerbangan yang harus dijual 50 persen dari TBA pada Selasa, Kamis, dan Sabtu, pukul 10.00 sampai 14.00 waktu setempat. Untuk Lion Air, mencapai 146 penerbangan dengan total 8.278 kursi, sementara Citilink harus menerapkan kebijakan tersebut terhadap 62 rute penerbangannya dengan total 3.348 kursi.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengungkapkan, saat ini maskapai Garuda Indonesia dan Lion Air juga sedang menjajaki pembahasan untuk menyatukan fasilitas perawatan pesawat. Hal tersebut dilakukan untuk mengefisienkan biaya operasional pesawat di saat harga tiket diharapkan dapat diturunkan.

"Garuda dan Lion Air mau disatukan fasilitas maintenance-nya kemudian nanti beberapa yang terkait dengan biaya jasa maintenance suku cadangnya akan lebih efisien," kata Susiwijono di gedung Kemenko Perekonomian, Senin (22/7).

Sebab, selama ini, Susiwijono mengatakan, menurut pemilik Lion Air Group Rusdi Kirana, sementara ini perawatan ban pesawat harus dilakukan di Thailand. Untuk itu, muncul ide bagaimana caranya bisa dilakukan perawatan di Indonesia saja agar lebih efisien.

"Nanti bisa menambah konsumsi karet kita juga. Nanti teknologinya harus kita pikirkan sama-sama. Artinya apa? Semangatnya, beberapa pekerjaan yang menjadi syarat operasional penerbangan, selama ini dikelola sendiri-sendiri antara grupnya, gimana kalau kita sinergikan, kita kolaborasikan?" ujar Susiwijono.

Jika nantinya penyatuan fasilitas perawatan pesawat sudah disepakati, dia mengatakan, pemerintah akan menyiapkan skema insentif yang telat. Misalnya, kata Susiwijono, akan dibuat kawasan ekonomi khusus (KEK) untuk jasa peralatan pesawat.

Terlebih, Susiwijono menjelaskan, saat ini pemerintah sedang merevisi dua peraturan pemerintah (PP) terkait dengan KEK serta insentif fiskal dan nonfiskal. "Nah, dua PP ini sangat memungkinkan untuk membuka satu kawasan ekonomi khusus yang betul-betul bergerak di sektor jasa," tutur Susiwijono.

Dengan adanya aturan tersebut, dia mengatakan, ada kemungkinan jasa perawatan pesawat bisa dibebaskan PPN-nya, mulai dari suku cadang dan komponen lainnya. Untuk itu, Susiwijono menegaskan, hingga saat ini pemerintah masih terus membahas untuk melakukan efisiensi dan pengurangan biaya operasional maskapai.

"Sedang menyiapkan apa kira kira desain insentif berupa kawasan-kawasan khusus yang kira-kira bisa mengurangi biaya dan mendorong efisiensi di industri penerbangan ini," ujar Susiwijono.

photo
Siluet petugas kebersihan bekerja dengan latar belakang pesawat komersial maskapai Citilink terparkir di Yogyakarta International Airport (YIA) saat Proving Flight di Kulon Progo, DI Yogyakarta, Kamis (2/5/2019).

Sebelumnya, salah satu maskapai berbiaya hemat Lion Air yang diminta menerapkan penurunan harga tiket tersebut juga menanti insentif fiskal yang bisa diberikan pemerintah. "Contohnya dibangun banyak bengkel-bengkel di Indonesia sehingga kami maskapai tidak perlu mengirim suku cadangnya ke luar negeri," kata pemilik Lion Air Group Rusdi Kirana, Senin (22/7).

Rusdi menjelaskan, salah satunya mengenai suku cadang ban pesawat. Rusdi menuturkan, paling tidak pemerintah bisa memberikan solusi dengan membuat bengkel ban pesawat di Indonesia agar maskapai tidak perlu ke luar negeri. Pada akhirnya, itu akan mengurangi biaya maskapai.

"Nah, biaya perbaikan ban tidak terlalu masalah. Masalah kami adalah kami harus stok lebih tinggi karena kan ke luar negeri," tutur Rusdi. n sapto andika candra/rahayu subekti, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement