Rabu 24 Jul 2019 04:00 WIB

Menunggu Lembaga Manajemen Talenta Jokowi

Setelah Revolusi Mental, Jokowi gulirkan Lembaga Manajemen Talenta.

Ratna Puspita
Foto: dok. Republika
Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ratna Puspita*

Presiden terpilih Joko Widodo mengungkapkan rencana membentuk lembaga manajemen talenta pada pemerintahan periode keduanya, 2019-2024, yang akan dimulai pada Oktober mendatang. Jokowi mengungkapkan rencana tersebut ketika berpidato pada acara Visi Indonesia di Sentul Indonesia Convention Center, Ahad (14/7) lalu.

Dalam pidato tersebut, Jokowi menjelaskan visi Indonesia pada lima tahun ke depan, yakni menjadi negara yang lebih produktif, memiliki daya saing, dan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Jokowi pun menjanjikan lima hal terkait pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, investasi untuk membuka lapangan pekerjaan, reformasi birokrasi, dan penggunaan APBN.

Rencana membentuk lembaga manajemen talenta terungkap ketika Jokowi menjelaskan visi tentang pembangunan sumber daya manusia. Pada pembangunan manusia, Jokowi menyebutkan fokusnya pada dua hal, yakni kesehatan anak dan kualitas pendidikan.

Terkait kualitas pendidikan, Jokowi menekankan pentingnya pelatihan vokasional dan sekolah kejuruan. Untuk melengkapi pendidikan vokasi tersebut, Jokowi menyatakan, pemerintahannya pada periode kedua akan membangun lembaga Manajemen Talenta Indonesia.

“Pemerintah akan mengidentifikasi, memfasilitasi, serta memberikan dukungan pendidikan dan pengembangan diri bagi talenta-talenta Indonesia,” kata Jokowi ketika membacakan pidatonya.

Lembaga manajemen talenta ini tidak hanya untuk memberikan pendidikan dan pengembangan diri bagi talenta-talenta Indonesia yang berada di dalam negeri, tetapi juga luar negeri atau diaspora. Jokowi menyebutkan pemerintahannya akan memberikan dukungan kepada diaspora yang bertalenta tinggi.

Dukungan tersebut agar warga negara Indonesia di luar negeri memberikan kontribusi besar bagi percepatan pembangunan Indonesia. “Kami akan menyiapkan lembaga khusus yang mengurus manajemen talenta ini. Kita akan mengelola talenta-talenta hebat yang bisa membawa negara ini bersaing secara global,” kata Jokowi.

Manajemen talenta (talent management) merupakan konsep yang biasanya muncul pada manajemen perusahaan, khususnya terkait dengan pengelolaan human resources atau sumber daya manusia. Manajemen talenta merupakan strategi yang menekankan pada pengelolaan sumber daya manusia untuk memastikan efektivitas dan kinerja organisasi yang lebih baik. Dalam konteks ini, di antaranya, karyawan dapat dibedakan berdasarkan keunikan dan nilai kontribusi mereka kepada organisasi.

Peneliti yang memfokuskan pada manajemen talenta asal India, Jayaram (2018), bersama dua rekannya, Parvaiz Talib dan Ahmad Faraz Khan, menulis ada sejumlah pendekatan manajemen talenta yang terekam dalam literatur yang diklasifikasikan menjadi organisasi dan individu. Klasifikasi pendekatan organisasi memfokuskan pada pelatihan dan pengembangan individu-individu berbakat untuk memastikan bahwa mereka berkomitmen untuk organisasi, sedangkan individu memfokuskan pada identifikasi kemampuan bakat.

Setiap klasifikasi memiliki sejumlah pendekatan lain. Ada pula pendekatan manajamen talenta terintegrasi yang akan mengidentifikasi dan menilai bakat, mengidentifikasi posisi penting, tetapi juga memberikan pelatihan dan pengembangan, manajemen penghargaan (reward management), dan komitmen keterlibatan dan organisasi bakat profesional (Jayaram dkk, 2018).

Banyaknya jenis manajemen talenta dalam pengelolaan perusahaan ini pun membuat saya penasaran konsep manajemen talenta seperti apa yang akan diterapkan oleh Jokowi melalui lembaga baru tersebut. Selain itu, bagaimana menerapkan manajemen talenta, yang biasanya diterapkan di perusahaan, dalam pengembangan sumber daya negara sebuah negara.

Apalagi, pernyataan Jokowi mengenai manajemen talenta ini mengingatkan saya pada revolusi mental yang digaungkan pada kontestasi Pemilu 2014. Jargon 'revolusi mental' tersebut merupakan bagian dalam visi dan misi Jokowi yang dikenal dengan nama Nawa Cita.

Salah satu Nawa Cita Jokowi, yakni melakukan revolusi karakter bangsa. Caranya, Jokowi akan melakukan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek kewarganegaraan, pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti.

Untuk mewujudkan Nawa Cita tersebut, Jokowi mengganti nama Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) menjadi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Kementerian ini bertugas mengoordinasikan dan mengendalikan segala hal yang berkaitan dengan pembangunan manusia yang memfokuskan pada pembangunan karakter bangsa. 

Lima tahun berjalan, revolusi mental ini kerap dipertanyakan publik pada percakapan-percakapan di media sosial. Apakah revolusi mental sungguh-sungguh berjalan? Ataukah, ia hanya sebatas jargon pemikat pada kampanye lima tahun lalu?

Pada medio Maret silam, Kemenko PMK menjelaskan sudah ada peta jalan mewujudkan revolusi mental hingga 2019 yang tertuang dalam Inpres Revolusi Mental terbit pada akhir 2016. Aturan tersebut menjelaskan bahwa Gerakan Nasional Revolusi Mental memiliki lima program induk, yakni Gerakan Indonesia Melayani, Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Mandiri, dan Gerakan Indonesia Bersatu.

Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Nyoman Shuida, mencontohkan Gerakan Indonesia Melayani seperti rekrutmen PNS dengan sistem (Computer Assited Test) CAT.

Selain itu, Gerakan Indonesia Bersih terwujud dalam program Citarum Harum. Gerakan Indonesia Bersatu ditandai dengan adanya penurunan penyebaran hoaks atau berita bohong.

Namun, Nyoman mengakui, hanya 13 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia yang memiliki gugus tugas khusus mengenai Gerakan Nasional Revolusi Mental. Selain itu, dari 534 kabupaten/kota di Indonesia baru 34 daerah yang memiliki gugus tugas mengenai gerakan tersebut.

Di sisi lain, Nyoman menuturkan, program-program dalam revolusi mental tidak sepenuhnya baru. Sebab, di tengah masyarakat sudah ada mengakar perilaku yang mencerminkan adanya revolusi mental, seperti gotong royong.

Penjelasan Kemenko PMK tersebut pun memunculkan perdebatan mengenai program revolusi mental. Gugus tugas yang belum meluas dan program yang ‘tidak sepenuhnya baru karena ada perilaku masyarakat yang mencerminkan itu’ pun memunculkan pertanyaan benarkah revolusi mental sudah berhasil di Indonesia? Atau, pencapaian tersebut hanya sebatas administrasi?

Pertanyaan-pertanyaan itu pun membuat saya makin penasaran seperti apa wujud lembaga manajemen talenta yang akan dibentuk Jokowi. Tentu, untuk melihat bentuknya, saya masih harus menunggu Jokowi dilantik untuk kedua kalinya sebagai presiden pada Oktober mendatang.

 

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement