Selasa 23 Jul 2019 03:23 WIB

Warga Marunda Hadang Proyek Tol Cibitung-Cilincing

Warga yang menghadang merupakan para penggarap lahan yang terkena proyek tol

Pekerja beraktivitas di area proyek pembangunan jalan Tol Cibitung-Cilincing, di kawasan Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Pekerja beraktivitas di area proyek pembangunan jalan Tol Cibitung-Cilincing, di kawasan Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan warga protes dengan menghadang pengerjaan Proyek Tol Cibitung-Cilincing Seksi IV yang tengah berjalan di dekat Kanal Banjir Timur, RW 02, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (22/7). Warga yang merupakan penggarap lahan di area itu protes, karena merasa perjanjian terkait pengerjaan proyek telah dilanggar oleh PT Waskita Karya selaku kontraktor proyek.

Mereka kemudian mendatangi pekerja proyek dan meminta operator alat berat yang sedang memasang tiang pancang untuk berhenti bekerja. Ketua RW 02 Marunda, Irmansyah Yasin mengatakan, awalnya ada musyawarah yang baik antara pihak kontraktor proyek dengan warga soal pengerjaan tol itu.

Baca Juga

Irmansyah menjelaskan awalnya pihak kontraktor mengatakan proyek itu hanya untuk pembangunan badan jalan selebar 10 meter dengan panjang sekitar 300 meter, dan jika ada pekerjaan tambahan warga akan kembali diajak bermusyawarah.

"Tetapi faktanya adalah begitu badan jalan ini jadi mereka tidak ada musyawarah lagi. Bahkan tidak ada itikad baik sama sekali, mereka main pakai-pakai saja yang namanya lahan masyarakat," tutur Irmansyah di lokasi.

Dia mengatakan salah satu keberatan utama warga adalah melebarnya proyek pembangunan hingga ke lahan garapan warga. Irmansyah menyebut hal itu sudah berlangsung sejak awal Mei 20197.

Irmansyah menilai proses pembangunan ini telah mencaplok lahan seluas lima hektare yang digarap oleh 14 warga penggarap. Lahan tersebut sebelumnya digunakan oleh warga sebagai empang yang menjadi mata pencaharian utama mereka.

"Kerugian yang dirasakan masyarakat ya tambak. Karena ini adalah tambak aktif warga makan ya dari empang ini. Total tambak ada 14, luas kurang lebih lima hektare," tuturnya.

Irmansyah mengatakan 14 warga tersebut sudah mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 7 juta per orang, namun ganti rugi tersebut awalnya disepakati hanya untuk pembangunan badan jalan selebar 10 meter dengan panjang 300 meter, tidak untuk pembangunan yang melebar seperti saat ini.

Meski tidak menyebut besarnya tuntutan ganti rugi yang diinginkan, Irmansyah berharap pihak kontraktor mau kembali bermusyawarah dengan warga untuk mencari titik temu.

"Tuntutan dan harapan warga ini adalah meminta bahwasanya warga di sini telah menguasai lahan ini selama kurang lebih 20 tahun, minta diganti rugi tenaga atau minta diganti hak garapnya, hak tenaganya, lahan garapannya minta diganti," ujarrnya.

Dia juga mengatakan warga sudah sering kali menggelar pertemuan yang dimediasi oleh berbagai pihak. "Akan tetapi pada mediasi waktu itu ada intimidasi yang dikeluarkan oleh oknum yang mengancam akan menangkap warga kalau proyek distop," tegasnya

Sementara itu, Arifin selaku perwakilan PT Waskita yang menemui warga hari ini enggan berkomentar. "Saya nggak bisa ngomong. Kalau mau wawancara mesti kirim surat dulu ke Waskita. Ada aturannya," ucapnya, sambil berlalu meninggalkan lokasi proyek.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement