REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - - Tahun ini, proses seleksi LPTK penyelenggara lebih ketat. Hanya dosen yang punya standar yang boleh mengajar di pendidikan profesi guru.
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Ditjen Belmawa) melalui Direktorat Pembelajaran pun menyelenggarakan seminar nasional bertajuk “Refleksi Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) 2013-2018” di Hotel Grand Pasundan, Bandung, Jumat (19/7).
Menurut Direktur Pembelajaran, Paristiyanti Nurwardani, saat ini pihaknya sudah memiliki Permen No 55 tentang standar guru yang bisa mengajar di PPG. "Dulu, ada 422 LPTK penyelenggara PPG. Sekarang, hanya izin diberikan ke 63 LPTK yang ada di Indonesia," ujar Paristiyanti kepada wartawan.
Paristiyanti menjelaskan, akreditasi institusi yang bisa menyelenggarakan PPG ini pun diseleksi ketat. Minimal institusi harus akreditasi B, baru boleh melamar. "Ini di kaji oleh tim kelembagaan untuk melihat bisa menyelenggarakan tidak. Kalau ga bisa tak diberi izin. Prodi lembaga yang mengajukan juga minimal akreditasi B," paparnya.
Seminar ini, kata dia, diharapkan mampu menggali berbagai tantangan yang terjadi selama penyelenggaraan PPG sejak tahun 2013 dan melihat peluang perbaikan untuk masa mendatang.
PPG dirintis sejak tahun 2013 dengan memberikan fasilitas untuk calon guru yang berdedikasi di daerah Terluar, (PPG SM3T) dengan melibatkan 23 Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK). Selanjutnya jumlah LPTK yang bergabung untuk dapat memberikan kontribusi dalam program PPG ini bertambah menjadi 45 LPTK pada tahun 2016, dan saat ini 63 LPTK telah mendapatkan izin penyelenggaraan Program PPG.
“Apresiasi sebesar-besarnya kami sampaikan kepada LPTK yang secara aktif mendukung program ini, serta semakin tingginya minat LPTK untuk dapat bergabung dalam program PPG,” katanya.
Guru yang mengikuti PPG, kata dia, untuk pra jabatan atau 36 sks dari lulusan S1 yang ikut PPG ada 21 ribu guru. Sekitar 7 sampai 8 ribu sudah siap ditempatkan di daerah kurang guru pada 2017.
"Guru yang mengikuti PPG dalam jabatan jumlahnya lebih dari 78 ribu," katanya.
Direktur Jenderal Belmawa, Ismunandar, saat menjadi pembicara pada seminar mengungkapkan bahwa Indonesia kekurangan sekitar 632.740 ditambah lagi dengan jumlah guru yang pensiun sebanya 106.361 pada tahun 2018.
Selain itu, kata dia, jumlah guru yang belum memiliki sertifikasi pendidik juga cukup tinggi, yaitu sekitar 1,6 juta guru. Padahal sertifikasi pendidik merupakan indikator bahwa guru tersebut telah dinyatakan layak dan lolos uji kompetensi untuk menjadi guru profesional.
“Menghasilkan pendidikan berkualitas, guru menjadi faktor kunci keberhasilan. Sangat penting untuk berinvestasi dalam menyiapkan guru profesional yang mampu mendidik generasi muda menuju masa depan Indonesia yang lebih cerah," katanya.
Selain itu, Ismunandar menekankan pentingnya kehadiran guru pendidikan vokasi yang profesional. Diperlukan Sarjana Pendidikan Vokasi dan PPG Vokasi untuk memenuhi 122.000 Guru Produktif berkualitas untuk tahun 2019-2024.
Selanjutnya, kata Ismunandar, untuk menjadi guru profesional setidaknya diharuskan memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
PPG, kata dia, selama ini sudah terbukti mampu meningkatkan kualitas para calon guru dan juga guru yang sudah bekerja. Selama ini, presentasi perolehan nilai akhir peserta PPG terus mengalami peningkatan. Sekitar 25 persen peserta mendapatkan nilai baik pada Batch 1 tahun 2018, dan meningkat drastis menjadi 69 persen peserta dengan nilai baik pada Batch 2 tahun 2019.
Namun, kata dia, dari beberapa evaluasi penyelenggaraan PPG, rata-rata daring instrutur/dosen relatif masih rendah. Yakni, kurang dari satu jam setiap harinya. Sehingga, interaksi dosen dengan mahasiswa masih rendah.
“Selain itu, terindikasi bahwa instruktur hanya berfungsi memberi nilai tugas saja. Padahal fungsi instruktur termasuk memberi feedback dan menerima revisi tugas, sebelum memberikan penilaian akhir,” katanya.
Di lain sisi, menurutbSekretaris Ditjen Belmawa, Rina Indiastuti, pentingnya untuk melakukan revitalisasi LPTK. Menurutnya, ada beberapa kondisi yang mendesak Revitalisasi tersebut dilakukan. Di antaranya, rendahnya kualitas guru Indonesia, kekurangan guru vokasi sebanyak 122.000 orang, hanya ada beberapa prodi pendidikan vokasi di LPTK, belum ada LPTK Vokasi dan PPG Vokasi, serta kurikulum PPG belum relevan dengan dunia usaha dan dunia industri.
Selain itu, ia pun mengharapkan adanya peningkatan kualitas dengan PPG daring sebagai solusi untuk pemerataan kualitas pendidikan guru. Penerapan Sistem PPG Hybrid Learning, diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang unggul dan berkarakter dan mempunyai nilai-nilai kebangsaan. Serta, relevan dengan perkembangan era industri 4.0 sehingga dapat menghasilkan kualitas peserta didik yang baik.
Pengembangan PPG Hybrid Learning mampu memfasiltasi 47.033 mahasiswa selama 2 tahun (2018-Mei 2019) lebih banyak dibanding PPG reguler yang memfasilitasi 20.532 mahasiswa selama 6 tahun (2013-2018).