Ahad 21 Jul 2019 04:44 WIB

Maju Jadi Caketum, Politikus Golkar Singgung Isu Khilafah

Indra Bambang Utoyo resmi mendeklarasikan diri menjadi caketum Golkar.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Politikus Partai Golkar, Indra Bambang Utoyo.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Politikus Partai Golkar, Indra Bambang Utoyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indra Bambang Utoyo mengungkapkan alasan maju sebagai calon ketua umum Golkar periode 2019-2024. Indra diketahui mendeklarasikan diri untuk ikut meramaikan bursa calon ketua umum bersama dengan Bambang Soesatyo, Ridwan Hisam, Ahli Yahya, Marlinda Poernomo dan Ula Nukrawati.

Indra mengatakan, kurang baiknya kinerja partai dalam Pileg 2019 lalu menjadi salah satu alasan dirinya maju sebagai pesaing Airlangga Hartanto dan Bambang Soesatyo (Bamsoet). Dia berpendapat, turunnya kinerja partai disebabkan faktor kepemimpinan yang kurang maksimal.

"Juga tidak adanya isu strategis, tidak terlaksananya konsolidasi dengan baik, serta kasus korupsi yang menjerat kader partai," kata Indra dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu (20/7).

Indra lantas menceritakan sejarah Golkar lahir. Cikal bakal partai berlambang beringin ini lahir atas dorongan Jenderal Ahmad Yani dengan nama Sekber Golkar pada 1964. Dia mengatakan, partai saat itu lahir mengemban misi mempertahankan ideologi bangsa, Pancasila dari rongrongan PKI atau komunisme.

Sementara pada tantangan saat ini, meski sel-sel komunisme masih hidup, tetapi ada gangguan ideologi baru dari konsep khilafah. Menurut Indra, Golkar tidak mampu menjadi benteng Pancasila dalam melawan khilafah terutama saat kontestasi Pilgub DKI 2017 dan semakin memanas pada Pilpres 2019.

"Dalam kaitan ini saya melihat Golkar tidak menunjukkan kekhawatiran terhadap perkembangan khilafah ini, di mana seharusnya Golkar lah yang paling depan mewaspadai bahkan melawannya," kata Indra.

Indra juga melanjutkan, Golkar hari ini semakin terpuruk. Dia mengatakan, konflik di internal partai yang semakin meruncing disebabkan persaingan kekuasaan sehingga suasana menjadi pragmatis dan meninggalkan idealisme.

Dia lantas menyinggung politikus partai semisal mantan ketua umum Setya Novanto dan mantan sekretaris jendral Idrus Marham yang tersangkut kasus di KPK. Dia kemudian mengungkapkan keberadaan partai berlogo pohon beringin itu yang sempat terbelah selama hampir dua tahun karena persoalan pragmatisme dan kekuasaan.

Indra juga bertemu dengan calon kandidat ketum lainnya, yaitu Bamsoet. Dalam pertemuan itu, ada juga Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo. Baik Indra maupun Bamsoet diberi pesan dari ketua umumnya agar menjaga kekompakan dan kesolidan dengan menunjukkan sikap dan idealisme organisasi Keluarga Besar TNI-Polri.

Sebelumnya, deklarasi calon ketua umum dilakukan pasa Kamis (18/7) lalu di Hotel Sultan Jakarta. Sayangnya, kandidat pejawat ketua umum Airlangga Hartanto absen dalam deklarasi tersebut.

Ketua Umum Partai Golkar itu kemudian merespon deklarasi yang dilakukan sejumlah kader tersebut. Menteri Perindustrian itu mengungkapan, DPP Partai Golkar hingga saat ini belum menentukan jadwal musyawarah nasional (munas).

"Munas saja kan belum (dijadwalkan). Penyelenggara munas itu DPP," kata Airlangga saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement