Sabtu 20 Jul 2019 11:30 WIB

Fondasi Rumah Nining dan Harapan Guru Honorer

Masalah kesejahteraan guru, khususnya guru honorer, masih jauh dari ideal.

Suasana di lahan bekas rumah guru Nining yang roboh dan akan dibangun kembali untuk tempat tinggalnya, Desa Karyabuana, Cigeulis, Pandeglang, Banten,  Kamis (18/7).
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
Suasana di lahan bekas rumah guru Nining yang roboh dan akan dibangun kembali untuk tempat tinggalnya, Desa Karyabuana, Cigeulis, Pandeglang, Banten, Kamis (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Guru Nining Suryani (44 tahun) yang ramai diberitakan tinggal di toilet sekolah kini sudah bisa merasa lega dengan telah dimulainya pembangunan rumah untuknya. Harapan guru honorer di SD Negeri Karya Buana 03 ini untuk bisa tinggal di tempat yang layak kini menemukan jalannya.

“Alhamdulillah sekarang sudah digali untuk fondasi, juga buat tahapan cor fondasi,” kata suami Nining, Ebi (46), saat ditemui di Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, kemarin.

Ebi berterima kasih pada semua pihak yang sudah membantu keluarganya hingga akhirnya bisa terwujud juga rumah yang layak untuk keluarganya. Hingga saat ini Ebi mengaku masih syok dan tidak menyangka akan banyaknya orang yang dengan sukarela membantu.

Pada awal pembangunan, Ebi mengatakan, banyak warga sekitar rumahnya turut membantu secara sukarela. Namun, saat ini lebih banyak tukang yang diperbantukan untuk mengerjakan bangunan rumah yang dananya banyak dibantu dari pihak kecamatan maupun pemerintah kabupaten.

Kondisi ekonomi Nining yang hanya seorang guru honorer dengan gaji Rp 350 ribu per bulan dan Ebi (46) yang bekerja serabutan membuat mereka tidak bisa membenahi rumahnya yang roboh. Kesulitannya ditambah dengan fakta bahwa masih ada anak yang harus mereka cukupi kebutuhannya.

Pengamat pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Banten, Mufti Ali, menilai pelaksanaan layanan pendidikan di daerah yang menjadi tempat pelestarian badak jawa ini belum ideal. Secara umum, kata dia, daerah layanan pendidikan di Provinsi Banten belum maksimal.

“Namun, memang yang paling banyak saya dengar masalah-masalah yang ada itu di daerah-daerah terpencil seperti Pandeglang dan Lebak,” ujar dia.

Selama ini, Mufti menilai, pelayanan di daerah tersebut yang paling sering terjadi masalah terkait pendidikan, mulai dari sarana prasarana (sarpras) pendidikan hingga kesejahteraan guru yang masih minim. Menurut dia, pengawasan pemerintah terkait masalah-masalah saat ini belum optimal sehingga pemda terkesan hanya reaktif kepada isu-isu yang viral diberitakan dan diketahui oleh masyarakat luas.

“Untuk saat ini, terkait layanan pendidikan itu tidak ada yang luar biasa. Jadi, ya seperti biasa saja hanya melakukan sebuah rutinitas pemerintah saja,” kata dia.

Mufti mencontohkan beberapa masalah layanan pendidikan yang pernah ditemuinya, seperti minimnya tenaga pengajar di dua daerah yang terkatagori daerah tertinggal di Banten, yakni Lebak dan Pandeglang. Hal ini disebabkan guru-guru di daerah tersebut umumnya enggan menetap lama dan banyak yang meminta untuk dimutasi ke daerah lain.

“Seperti masalah jumlah guru yang masih belum proporsional. Jadi, pernah saya temukan di satu sekolah, satu guru merangkap jadi kepala sekolah, wali kelas, guru pelajaran, dan juga merangkap jadi penjaga sekolah. Alasannya klasik karena guru-guru dari kota yang dikirim ke sana itu mereka kembali lagi. Jadi, lebih baik kalau di daerah mengambil dari orang setempat,” ujar Mufti.

Masalah kesejahteraan guru, khususnya untuk guru honorer, juga masih jauh dari ideal. Meskipun upah minim guru honorer terjadi juga di banyak daerah, dia mengklaim menemukan dugaan penyelewengan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang sebenarnya digunakan untuk memenuhi kesejahteraan guru honorer.

“Sering juga saya dengar tentang sarana gedung sekolah di dua kabupaten itu yang roboh, rusak, atau tidak layak,” ujar dia.

photo
Kunjungan Bupati Pandeglang Irna Narulita ke SDN Karyabuana 3 tempat mengajar sekaligus tempat tinggal guru Nining, Rabu (18/7).

Bupati Pandeglang Irna Narulita membenarkan masih banyak yang harus dibenahi pada layanan pendidikan di wilayahnya. Banyaknya pekerjaan rumah (PR) pembangunan di Pandeglang, menurut dia, tidak lepas dari status Pandeglang yang masih dalam katagori tertinggal.

Kan memang daerah tertinggal. Banten bisa lepas dari Jabar juga salah satu penyebabnya adalah dengan menjual ketertinggalan Pandeglang dan Lebak. APBD kami juga tidak besar, tapi kami tidak mengeluh dulu. Kami lakukan apa yang bisa kami lakukan seperti mengirimkan guru di daerah perbatasan yang gaji dan kesejahteraannya kami perhatikan,” kata Irna.

Irna berharap, melalui kisah guru Nining, nasib guru honorer bisa lebih diperhatikan. Tuntutan kesejahteraan dan rasa putus asa guru Nining agar bisa menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sebenarnya juga dirasakan oleh guru honorer lain. Menurut Irna, hal itu wewenangnya ada di pemerintah pusat.

“Kalau tentang pengangkatan PNS kan isu nasional ya. Wewenangnya di pemerintah pusat. Berangkat dari Bu Nining, mudah-mudahan nasib guru honorer se-Indonesia bisa diangkat derajatnya,” ujar dia.

Permasalahan lain dari seleksi CPNS di Pandeglang, kata Irna, adalah kemampuan para pesertanya yang sebagian besar masih awam akan teknologi informasi terbaru. Hal ini dinilai turut menjadi kendala dalam seleksi CPNS bagi guru honorer pada periode seleksi CPNS sebelumnya.

“Jika ini (mengajar) dengan diniatkan keikhlasan maka akan menjadi ladang pahala mereka. Tapi, saya harap ini menjadi perhatian pusat untuk memberikan kelonggaran dalam pengangkatan PNS,” ujar dia. n alkhaledi kurnialam ed: mas alamil huda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement