REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia bukan hanya penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Indonesia juga merupakan produsen sampah makanan terbanyak kedua setelah Arab Saudi. Kerugian yang ditimbulkan dari sampah makanan itu pun ditaksir mencapai ratusan triliun dollar.
Manajer Lingkungan dan Keuangan Mikro Dompet Dhuafa, Syamsul Adzis mengatakan, produsen sampah makanan terbesar di dunia pertama Arab sebanyak 427 kg per tahun. Indonesia sebanyak 300 kg per tahunnya. Serta posisi ketiga adalah Amerika sebanyak 277 kg per tahun.
“Sampah makanan itu kerugiannya sampai 750 triliun dolar, padahal untuk bisa mengatasi kelaparan itu hanya membutuhkan uang 265 triliun dollar,” ungkap Syamsul dalam peluncuran Klaster Filantropi Lingkungan Hidup dan Konservasi oleh delapan lembaga filantropi yang bernaung dalam ‘Filantropi Indonesia’, digelar di Accelerice Indonesia, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/7).
Dari data yang dicatat 1 dari 7 orang di dunia kelaparan sementara 1/3 makanan terbuang begitu saja. Sekarang saatnya bagaimana pada 2030 mendatang masyarakat dunia bisa menurunkan emisi hingga di bawah 1,3 derajat.
“Kita sudah tidak punya waktu lagi harus segera ada penanganan. Sampah ini berasal dari milik kita yang kita sia-siakan, kelak kita bisa alami kelangkaan. Untuk di Indonesia, masyarakat kelas atas sendiri masih belum tunjukkan jaga lingkungan dengan baik,” papar Syamsul.
Klaster Filantropi Lingkungan Hidup dan Konservasi oleh delapan lembaga filantropi ini, dibentuk untuk bisa bertukar informasi dan pengetahuan agar lebih efisien. Bahwa pekerjaan di lingkungan ini, tidak bisa lagi dikerjakan hanya dari lingkungan saja, tapi ada perspektif lain.
Kolaborasi ini ada termasuk juga beberapa aspek lingkungan, dan semuanya agar saling terintegrasi dan efektif. Masing-masing lembaga filantropi memiliki sumber daya masing-masing di bidangnya, sehingga dalam mengatasi masalah ini bisa minim bujet tapi bisa memaksimalkan hasil.