Senin 15 Jul 2019 07:31 WIB

Peneliti: Partikel Udara 2,5 Mikrometer Berbahaya

Partikel udara 2,5 mikrometer dapat menembus organ yang paling dalam.

Gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Senin (8/7/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Senin (8/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti kualitas udara Prof Dr Muhayatun Santoso mengatakan, partikel-partikel di udara yang ukurannya kecil sampai dengan yang berukuran particulate matter (PM) 2,5 mikrometer sangat berbahaya bagi kesehatan. Hal tersebut disampaikannya terkait buruknya kualitas udara Jakarta berdasarkan pemantauan Airvisual yang menggunakan parameter PM 2,5.

"Bayangkan jika partikulat debu yang ukurannya 28 kali lebih kecil dari diameter rambut kita di dalamnya banyak logam berat, sangat berbahaya untuk kesehatan," katanya di Jakarta, Ahad.

Baca Juga

Dia mengatakan, partikulat halus yang digolongkan dalam particulate matter (PM) 2,5 tersebut merupakan partikel yang paling berbahaya. Mengingat ukurannya sangat kecil, partikulat tersebut dapat menembus organ yang paling dalam.

Partikulat tersebut dihasilkan dari berbagai macam kegiatan yang sebagian besar berasal dari anthropogenic source atau yang dihasilkan dari kegiatan manusia.

"Polutan itu berasal dari kegiatan transportasi, industri. dan domestik," jelasnya.

Jika partikulat halusnya terlalu besar, menurut Muhyatun, hal itu bisa menyebabkan beragam penyakit. Beberapa di antaranya ialah gangguan pernapasan, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), dan asma.

Sementara itu, partikulat yang mengandung logam berat sangat berbahaya bagi anak-anak sehingga dapat menyebabkan keterbelakangan mental. Partikulat yang mengandung logam berat juga dapat menyebabkan penyakit kanker.

photo
Sejumlah gedung bertingkat terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, Selasa (3/7).

Sementara itu, Menteri Lingkugan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada Kamis (11/7), menyebut bahwa kualitas udara Kota Jakarta masuk kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif seperti bayi dan manula. Siti mengungkap, kualitas udara Jakarta berada pada konsentrasi 39,04 g/Nm3.

Menurut Siti, jika mengacu pada standar organisasi kesehatan dunia (WHO) di angka 25 g/Nm3, kualitas udara Jakarta masuk kategori sedang. Sementara jika dibandingkan dengan Baku Mutu Udara Ambien Nasional, yaitu 65 g/Nm3 maka kualitas udara Jakarta juga masih bagus dan sehat.

"Bilamana menggunakan data gabungan AQMS KLHK dan Pemerintah DKI Jakarta, maka kualitas udara Jakarta berada pada konsentrasi 39,04 g/Nm3 atau pada kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif (bayi dan manula)," ujar Siti saat menyampaikan laporan ke Wakil Presiden Jusuf Kalla di acara Pekan Lingkungan Hidup dan kehutanan (PLHK) Tahun 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (11/7).

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement