Sabtu 13 Jul 2019 05:00 WIB

Angka Stunting di Kabupaten Purbalingga Capai 26,4 Persen

Kasus stunting atau gizi buruk di Kabupaten Purbalingga masih cukup tinggi

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Christiyaningsih
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil
Foto: BBC
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Persentase kasus stunting atau gizi buruk di Kabupaten Purbalingga masih cukup tinggi. Angka stunting di kabupaten ini masih mencapai 26,4 persen dari jumlah balita di Purbalingga. Kendati demikian angka ini mulai mengalami penurunan jika dibandingkan 2013.

"Pada 2013 kasus stunting di Purbalingga masih mencapai 36,7 persen. Kemudian mulai menurun di 2016 menjadi sekitar 28 persen. Sedangkan 2017-2018 ini masih turun tapi tipis hanya 26,4 persen," jelas Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Purbalingga, Hanung Wikantono, Jumat (12/7).

Baca Juga

Penurunan kasus stunting yang cukup signifikan dibanding 2013 antara lain karena adanya intervensi khusus untuk menangani kasus tersebut. Pada 2013, Kabupaten Purbalingga masuk dalam kasus kabupaten/kota di Indonesia yang mendapat program prioritas penanganan stunting. Ini karena Purbalingga masuk dalam 12 kabupaten/kota yang memiliki kasus stunting tertinggi.

Dengan berbagai program yang dilaksanakan, dari jumlah kasus 36,7 persen saat ini sudah turun menjadi 26,4 persen. "Meski demikian, kami akan terus berupaya agar kasus stunting bisa terus diturunkan," katanya.

Di Purbalingga saat ini ada 10 desa yang mendapat prioritas penanganan stunting. Kesepuluh desa tersebut terdiri dari Desa Sangkanayu, Candinata, Kalitinggar Kidul, Bantarbarang, Pelumutan, Cilapar, Brecek, Sempor Lor, Kradenan dan Selaganggeng.

"Di 10 desa yang menjadi prioritas pengananan stunting ini, persentase kasus stuntingnya rata-rata mencapai 23,4 persen," jelasnya.

Hanung berharap melalui berbagai program prioritas pada tahun 2022 kasus stunting di Purbalingga bisa ditekan hingga di bawah 20 persen. Menurutnya, masalah stunting akan menyangkut masalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Bayi atau balita yang mengalami stunting tidak hanya mengalami pertumbuhan fisik yang lambat namun juga lambat perkembangan otaknya. "Setelah dewasa, orang yang pada masa anak-anak mengalami stunting cenderung akan terkena penyakit kronis dan kualitas hidupnya yang berkurang," jelasnya.

Program prioritas yang akan dilakukan antara lain dengan mengawasi kecukupan gizi, pemeriksaan kesehatan, dan pemberian tambahan asupan gizi pada balita. "Hal ini akan dibarengi intervensi sanitasi, lingkungan, perilaku, dan kehidupan sosial masyarakat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement