Jumat 12 Jul 2019 20:11 WIB

Diskanlut Jabar Duga Harga Garam Anjlok karena Tengkulak

Hutang mengikat ke tengkulak paksa petani menjual garam dengan harga rendah

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petambak memanen garam di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (10/7/2019). P
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petambak memanen garam di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (10/7/2019). P

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketergantungan petani kepada tengkulak diduga jadi sebab harga garam anjlok di kala stok sedang melimpah. Karena, menurut Kepala Dinas Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) provinsi Jawa Barat Jafar Ismail, hutang mengikat kepada tengkulak di masa non produktif memaksa petani menjual hasil panen dengan harga yang rendah. Ia pun, telah mencari informasi terkait harga garam anjlok di tingkat petani. 

"Jadi saat tidak produktif petani ini meminjam uang kepada tengkulak. Sehingga saat panen mau tidak mau menjual garam kepada tengkulak dengan harga yang rendah," ujar Jafar kepada wartawan, Jumat (12/7).

Padahal, menurut Jafar, perusahan produksi garam membandrol garam dari petani dengan harga yang lumayan tinggi. Yaitu Rp 1000 hingga Rp 1.500. Namun, ditemukan ada petani garam yang menjual hasil panen di angka Rp 300 hingga Rp 700 kepada tengkulak. Permainan harga oleh tengkulak ini, di duga penyebab petani garam menjerit. 

"Ini masalahnya ada dari petani yang menjual ke tengkulak, padahal harga eceran terendah garam itu masih diangka Rp 1.000 artinya perusahaan produsen masih membeli harga garam cukup tinggi," katanya.

Jafar menilai, petani terpaksa menjual kepada tengkulak ini akan berimbas pada rendahnya harga jual. Sebab, pihaknya mendapat informasi bahwa, petani garam sering meminjam uang kepada tengkulak pada saat musim tidak panen. Sehingga, pada saat musim panen petani terpaksa menjual ke tengkulak dengan harga yang rendah untuk meringkan beban hutang meraka.

"Memang perusahaan ini juga sulit untuk masuk langsung membeli garam langsung ke petani, selalu dicegah oleh tengkulak," katanya. 

Untuk mengatasi kendala tersebut, kata dia, ada solusi yang sedang dikaji oleh Diskanlut Jabar. Sehingga petani mendapatkan harga yang pantas tatkala menjual hasil panen mereka. Salah satu upayanya, yaitu dengan pola pembentukan koprasi yang sehat. 

"Sehingga ketika petani butuh uang bisa pinjam melalui koprasi ini. Itu salah satu solusi yang akan ditawarkan oleh kami pada petani garam," katanya.

Penyebab rusaknya harga garam di pasaran, kata dia, yaitu masuknya garam untuk industri yang dijual untuk kebutuhan rumah tangga. Sehingga harga murah garam untuk industri tersebut dijadikan acuan. 

"Mungkin karena murah maka dilahap oleh pasaran. Jadi harga garam kita ikut-ikutan turun," katanya.

Menurut Jafar, saat ini jumlah produksi garam cukup melimpah. Dari catatan Diskanlut, stok dari tahun 2018 masih ada sekitar 37 ton dan tersimpan di masing-masing gudang penyimpanan dan belum terjual. Jumlah produksi saat ini hingga bulan Juli sekitar 2000 ton. 

"Stok garam ini akan bertambah karena memasuki puncak panen di bulan Agustus dan September," katanya.

Seharusnya, kata dia, banyak pihak yang  terlibat untuk menstabilkan harga garam di level petani dan pasaran. Agar pola pemasaran garam lebih baik, pihaknya akan berkoodinasi dengan sejumlah dinas terkait.

"Memang untuk jalur penjualan itu ranah dinas perdagangan. Kami hanya berwenang pengawasan di tingkat petani," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement