REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Bencana kekeringan yang melanda Kota Tasikmalaya terus meluas. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tasikmalaya, terdapat 1.027 titik potensi rawan kekeringan yang tersebar di 50 kelurahan dan sembilan kecamatan Kota Tasikmalaya.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Tasikmalaya Ucu Anwar mengatakan, hingga Kamis (11/7) sudah 80 ribu liter air bersih disalurkan kepada warga. Terakhir, 5.000 liter air bersih didistribusikan ke dua titik, Kecamatan Kawalu dan Tamansari.
"Belum ada peningkatan dari prediksi kita, tapi sudah banyak yang meminta air bersih. Kita layani daerah paling membutuhkan dulu," kata dia, Kamis (11/7).
Selain mendistribusikan air bersih, BPBD Kota Tasikmalaya juga telah memasang instalasi pengolahan air (water treatment plant/WTP) di Kelurahan Singkup, Kecamatan Purbaratu. Pemasangan itu sudah dilakukan dua pekan demi memenuhi kebutuhan air warga.
Ucu mengatakan, Kelurahan Singkup memang selalu menjadi langganan kekeringan ketika kemarau datang. Sekirar empat tahun lalu, ada lembaga yang membuat tempat penampungan air yang bersumber dari Sungai Citanduy. Namun, untuk menyaring dan mengalirkan air itu kepada warga dibutuhkan WTP.
"Ini (WTP) untuk menjamin kesehatannya, jadi airnya bisa langsung dikonsumsi. Sebelumnya hanya air baku," kata dia.
Menurut Ucu, pemasangan WTP hanya dilakukan saat musim kemarau datang. Pasalnya, saat tidak kekeringan warga biasa mengambil air dari sumurnya masing-masing. Namun, sejak tiga bulan terakhir sumur itu sudah mengering.
Ketua RW 05, Keluharan Singkup, Cecep mengatakan, penampungan air yang sudah dilengkapi WTP itu dapat memenuhi kebutuhan warga di wilayahnya. Menurut dia, sekitar 300 kepala keluarga (KK) bisa menikmati air bersih meski sumurnya kekeringan.
"Sumur kering sudah tiga bulan. Setelah ada ini, untuk sumber air bersih terbantu dan layak dipakai minum," kata dia.
Cecep mengakui, untuk menyedot air dari Sungai Citanduy memang diperlukan pompa dan biaya operasi. Namun, warga secara swadaya patungan untuk membeli bensin agar pompa tetap berfungsi.
Menurut dia, sebelum adanya tempat penampungan yang dilengkapi dengan WTP, warga biasanya mengambil air untuk kebutuhan sehari-harinya langsung ke Sungai Citanduy. Sementara, jarak dari rumah warga ke sungai sekitar 300 meter. Belum lagi, untuk sampai ke permukaan sungai warga harus menuruni tebing setinggi 9 meter. Itu pun, air yang diambil harus didiamkan dulu agar bersih.
Salah satu warga, Ipeh (40) mengatakan, adanya alat itu sangat membantu warga dalam memenuhi kebutuhan hariannya. Sebelum ada itu, warga harus jalan sendiri ke Sungai Citanduy untuk mengambil air.
"Tapi sekarang ada ini membantu. Ini buat minum dan memasak," kata dia.